Jumat, 17 April 2015

Ketatalaksanaan pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan


SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
 
MAKALAH


TENTANG :
KETATALAKSANAAN PEMERINTAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

OLEH KELOMPOK 5
HAIRIL SAKTHI HR                         e21113307
FAHRIZAL DAVID                           e21113317
REYNALDI ANWAR                          e21113503
SRI DEWI PUSPITASARI                 E21113031

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2014
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan kekuatan kepada kelompok kami untuk dapat menyelesaikan halaman demi halaman makalah ini. Shalawat dan salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai sang motivator dan inspirator terhebat sepanjang zaman.
Kelompok kami sangat sadar bahwa setiap pencapaian adalah buah dari kerja dan sokongan banyak pihak yang begitu luar biasa, oleh karenanya tanpa mempermasalahkan hierarkinya, maka Kami  ingin sekali menyampaikan ucapanterima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memiliki andil terhadap pembuatan makalah ini baik bantuan moriil maupun materiil.
Semoga  makalah yang kami beri judul “KETATALAKSANAAN PEMERINTAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN”  ini dapat menjadi suatu kontribusi positif dan konstruktif bagi para pembaca, serta diharapkan dapat menambah cakrawala berfikir kita dan tentunya dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya.


Makassar,29 September 2014
Salam

                                                                                                Kelompok 5




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. 2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang.................................................................................   4
1.2       Rumusan Masalah..........................................................................     5
1.3       Tujuan Penulisan............................................................................     5

BAB II. PEMBAHASAN
2.1       Dinamika ketatalaksanaan pemerintahan......................................      6
2.2       Penerapan sistem ketatalaksanaan pemerintahan Indonesia.........      7
2.3       Ketatalaksanaan dalam organisasi perangkat daerah....................      10
2.4       Menuju Ketatalaksanaan Pemerintahan yang Baik.......................      13
BAB III. PENUTUP
3.1       Kesimpulan....................................................................................     15
DAFTAR FUSTAKA..............................................................................      16





BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tugas Pemerintah  sangatlah  luas dan kompleks, yang secara akademis tugas yang luas itu diklasifikasikan sebagai tugas bidang pemerintahan termasuk didalamnya regulasi, pembangunan, pemberdayaan masyarakat serta pelayanan kepada masyarakat yang secara tindak kerja dilaksanakan oleh aparatur yang tersebar keseluruh  instansi sebagai penunjang pelaksanaan tugas kepemerintahan.
Tanpa disadari oleh aparat pemerintah , problem/ permasalahan kelembagaan senantiasa hadir menghadap pencapaian tujuan-tujuan pemerintah dan oleh karena kelembagaan pemerintah daerah haruslah ditata sesuai dengan kondisi internal agar kinerja yang telah menjadi tujuan penilaian pelaksanaan tugas-tugas kepemerintahan dapat dilaksanakan.
Ditinjau dari sudut tingkat heterogenitas etnis, agama maupun pandangan ideologi-politik, masyarakat Indonesia dapat dikatakan plural. Di samping itu, heterogenitas masyarakat Indonesia juga terjadi pada posisi-posisi sosial-ekonomi. Heterogenitas pada jenis yang pertama umumnya dipahami debagai pluralitas kultural, sementara yang kedua kerap dihubungkan dengan pluralitas sruktural. Pluralitas struktural merupakan berbagai variasi pengelompokkan masyarakat yang didasarkan atas hubungan-hubungan sosial-ekonomi seperti tingkat pendapatan, status  sosial/pekerjaan, serta akses dan kontrol terhadap sumber-sumber ekonomi produktif maupun kekuasaan politik.
Sementara itu, berbagai perubahan dan perkembangan masyarakat dan sistem demokrasi Indonesia membawa konsekuensi pada kompleksitas persoalan bangsa terutama terkait adanya berbagai lembaga/instansi pemerintah dan swasta serta perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pemerintahan secara umum, terutama perubahan-perubahan yang terjadi pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hingga bergulirnya era otonomi daerah. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka lahir sebuah konsep ketatalaksanaan pemerintahan yang dirancang dalam satu sistem ketatalaksanaan pemerintahan yang terpadu dalam rangka menyempurnakan sistem kelembagaan, salah satunya sistem kelembagaan pemerintahan daerah melalui penerapan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.




1.2  Rumusan Masalah

·         Bagaimana makna ketatalaksanaan pemerintahan?
·         Bagaimana sistem  ketatalaksanaan pemerintahan yang pernah berlaku di Indonesia?
·         Bagaimana cara yang harus dilakukan  sehingga tercapainya ketatalaksanaan pemerintahan yang baik?


1.3  Tujuan Penulisan
                    Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah mengetahui:
·         Makna ketatalaksanaan pemerintahan.
·         Sistem ketatalaksanaan yang pernah berlaku di Indonesia serta efeknya
·         Ketetalaksanaan perintah dalam peremerintah yang baik.













BAB II PEMBAHASAN

2.1. Dinamika ketatalaksanaan pemerintahan

Tata laksana sistem pemerintahan yang baik merupakan seperangkat proses yang terjadi dalam organisasi baik swasta maupun pemerintah terutama dalam hal pengambilan keputusan. Meskipun tidak sepenuhnya menjamin segala sesuatu akan menjadi sempurna, akan tetapi jika dipatuhi secara baik, tata laksana pemerintahan yang baik mampu mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ketatalaksanaan pemerintahan berarti juga penataan kelembagaan dengan tujuan utama untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/ kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

Pertama,           menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan prinsip-prinsip good governance.

Kedua,            menyempurnakan sistem administrasi negara untuk mempercepat proses desentralisasi.

Ketiga,            menyempurnakan tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga, antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Keempat,         menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien.

Kelima,             menyelamatkan dan melestarikan berbagai dokumen/arsip negara.

            Berbagai upaya reformasi birokrasi yang telah dilakukan melalui kegiatan yang rasional dan realistis dirasakan kurang memadai dan masih memerlukan berbagai penyempurnaan. Hal tersebut terkait dengan banyaknya permasalahan  yang belum sepenuhnya teratasi. Dari sisi internal, berbagai faktor seperti demokrasi, desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri, masih berdampak pada tingkat kompleksitas permasalahan dan dalam upaya mencari solusi lima tahun ke depan. Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi juga akan kuat berpengaruh terhadap pencarian alternatif-alternatif kebijakan dalam bidang aparatur negara.
                                   
            Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan desentralisasi telah membawa   dampak pada proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait dengan,  makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; meningkatnya tuntutan  penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik  antara lain  transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum; meningkatnya tuntutan dalam penyerahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan.

      Demikian pula,  secara khusus dari sisi internal birokrasi  itu sendiri, berbagai permasalahan masih banyak dihadapi. Permasalahan tersebut antara lain adalah: pelanggaran disiplin, penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan yang tinggi; rendahnya kinerja sumber daya aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan yang belum memadai; rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja; rendahnya kualitas pelayanan umum; rendahnya kesejahteraan PNS; dan banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan.

      Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi merupakan tantangan sendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.  Hal tersebut terkait dengan  makin meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya arus informasi dari manca negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan informasi dalam masyarakat (digital divide). Perubahan-perubahan ini, membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan  yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi dan cara baru dalam menghadapi tuntutan perubahan. Di samping itu aparatur negara  harus mampu meningkatkan daya saing, dengan melakukan aliansi strategis  untuk menjaga keutuhan bangsa.

2.2. Penerapan sistem ketatalaksanaan pemerintahan Indonesia

          Untuk mendapatkan gambaran umum tentang sistem ketatalaksanaan pemerintahan, sangat perlu kiranya meninjau berbagai bentuk penerapan sistem ketatalaksanaan pemerintahan Indonesia terutama pada era Orde Baru, Era Reformasi hingga era pelaksanan otonomi daerah saat ini.

Era Orde Baru

Era tahun 1966 hingga 1998 merupakan era dimana penyelenggaraan pemerintahan tertumpu pada perbaikan dan perkembangan ekonomi oleh Orde Baru. Perlu kita akui meskipun DPR dan MPR kala itu tidak berfungsi efektif, aspirasi rakyat sering terabaikan dan tidak adilnya pembagian Pendapatan Asli Daerah yang berakibat pada melebarnya jurang pembangunan antara pusat dan daerah, akan tetapi Orde Baru telah berhasil mencapai perkembangan Gross Domestic Product (GDP) per kapita Indonesia sebesar US$ 1.000 pada tahun 1996, dua tahun sebelum bergulirnya Orde Baru. Selain itu, Orde Baru berhasil mencatat sejarah keberhasilan program transmigrasi, Keluarga Berencana (KB), memerangi buta aksara, swasembada pangan, pengangguran minim, sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk lokal hingga terwujudnya kestabilan politik dan keamanan dalam negeri. Kesuksesan-kesuksesan tersebutlah yang patut kita adopsi dan selalu relevan di tengah makin kompleksnya persoalan bangsa dewasa ini.

Sementara itu, kegagalan-kegagalan yang dialami pemerintahan Orde Baru seperti semaraknya KKN, kesenjangan ekonomi dan sosial, tidak meratanya pembangunan pusat dan daerah, pelanggaran HAM, terkekangnya kebebasan individu dan pers, penggunaan kekerasan untuk keamanan hingga rendahnya kualitas birokrasi patut menjadi pelajaran berharga yang kemudian patut menjadi perhatian serius bagi seluruh aparatur pemerintah, kemudian mengintegrasikan kekuatan bangsa menuju terwujudnya agenda besar reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Era Reformasi

Era reformasi yang ditandai dengan gerakan mahasiswa menggulirkan masa kejayaan Orde Baru pada tahun 1998 diikuti dengan perubahan-perubahan besar dalam sistem pemerintahan Indonesia. Meskipun Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan B.J. Habibie sebagai Presiden ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain, akan tetapi masa pemerintahan B.J. Habibie diawali kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Yang lebih penting adalah bahwa era reformasi berhasil melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi, liberalisasi parpol dan pencabutan UU Subversi.


Era Otonomi Daerah

Era otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penerapan UU No. 32 tahun 2004 menutut bahwa pemerintah dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.  Dalam rangka desentralisasi, maka dibentuk dan disusun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sebagai daerah otonom.

Otonomi daerah membawa angin segar bagi daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu, melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, otonomi tersebut dititikberatkan pada kabupaten/kota karena kabupaten/kota berhubungan langsung dengan masyarakat.

Sistem ketatalaksanaan pemerintahan di daerah melalui otonomi daerah berdasarkan pada beberapa alasan, yakni efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan; upaya pendidikan politik; pemerintahan daerah sebagai persiapan karier politik; dan mewujudkan stabilitas, kesetaraan dan akuntabilitas politik. 

Meskipun daerah diserahi kewenangan yang luas, akan tetapi daerah otonom memiliki hubungan yang sinergis dengan pemerintah dan antarpemerintahan daerah. Hubungan tersebut meliputi bidang keuangan, pelayanan umum dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Adapun hubungan pemerintah dengan pemerintah daerah yang perlu mendapat perhatian terkait dalam berbagai bidang, yakni :

Satu, bidang keuangan, meliputi pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintah daerah, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah.

Dua, bidang pelayanan umum, meliputi kewenangan dan tanggung jawab serta penentuan standar pelayanan minimal, pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah, dan fasilitasi pelaksanaan kerjasama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.

Tiga, bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, meliputi
(a) kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budi daya dan pelestarian; (b) bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan (c) penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.

 Suatu pemerintahan lokal menurut James Manor paling tidak memiliki 4 (empat) faktor, yaitu kekuasaan yang memadai agar mampu memberikan pengaruh yang juga memadai dalam sistem politik dan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, sumber-sumber keuangan yang memadai untuk dapat menjalankan tugas-tugas, kapasitas administrasi yang memadai, dan mekanisme-mekanisme akuntabilitaspertanggungjawaban yang bisa dipercaya.

Selain faktor-faktor tersebut, dalam pelaksanaan pemerintahan daerah perlu diwaspadai beberapa hal terutama hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah yang diwarnai arogansi pemerintah daerah dalam pembuatan Peraturan Daerah (Perda), tindakan eksploitatif terhadap sumber daya & stakeholders demi penimbunan PAD tanpa memperhatikan kelestarian dan daya dukung alam, serta ketimpangan antardaerah berdasarkan polarisasi kaya-miskin. Penerapan konsep sistem ketatalaksanan pemerintahan di daerah diharapkan sedikit-banyak mengarahkan konsep pembangunan daerah yang terencana, inovatif, dan tentunya reformis. Sejauh ini, pencapaian ke arah tersebut memang sudah terlihat meskipun belum signifikan. Taksiran awal menunjukkan bahwa sebanyak hanya 5% dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota mulai berinovasi dan melaksanakan reformasi birokrasi dalam pemerintah daerahnya. Hal ini sebagai bukti bahwa otonomi daerah memiliki dampak positif dalam skala lokal, regional, dan nasional.

Pembangunan daerah tentu memiliki banyak aspek dan pekerjaan rumah yang menumpuk sehingga sulit bagi pemerintah daerah jika harus menggarap semua aspek dan jenis pembangunan. Untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah wajib mencari daya pengungkit (leverage) yang berujung pada penentuan skala prioritas. Keberhasilan pembangunan daerah pada pokoknya menggunakan sejumlah pola leverage, yakni reformasi birokrasi pemerintah daerah, perluasan akses pendidikan bagi masyarakat dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.


2.3.Ketatalaksanaan dalam organisasi perangkat daerah

Ketatalaksanaan merupakan salah satu elemen pendayagunaan aparatur dalam dalam menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah disamping bidang sumber daya manuasia, pengawasan dan akuntabilitas, serta pelayanan ruang lingkup ketatalaksanaan meliputi penataan sistem, prosedur, aturan dan tata hubungan kerja, sehingga ketatalaksanaan terkait pula dengan perilaku hemat, kesederhanaan hidup, keteladaan, serta disiplin dan budaya kerja aparatur sendiri sendiri.

Dalam sistem ketetalaksanaan mencakup proses pedoman umum standar operasi, mekanisme, tata kerja, hubungan kerja dan prosedur pada tingkat perencanaan dan pembuatan keputusan, pengorganisasian, pengelolaan, administrasi umum, keuangan, perlengkapan, pemantauan dan evaluasi kinerja organisasi serta melaksanakan koordinasi dan pengelolaan kearsipan, kurporalisasi, efesiensi dan tentang pengaturan budaya kerja, namun demikian saat ini kondisi pelaksanaan ketatalaksanaan masih belum mencerminkan penyelenggaraan penataan organisasi yang efesien, efektif pada organisasi pemerintahan daerah saat ini apalagi dalam pelaksanaan otonomi daerah dan perwujudan pemerintahan yang baik dipandang perlu untuk melakukan penyederhanaan sistem, prosedur, metoda dan tata kerja penyelenggara negara agar menjadi makin tertib dan efektif.
Untuk mendukung arah kebijakan penyelenggaraan negara mengharuskan bidang Ketatalaksanaan meningkatkan fungsinya. Terutama peningkatan profesionalisme birokrasi, serta penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat disamping tentu juga memperhatikan kesejahteraan bagi penyelenggara tugas kepemerintahan itu sendiri sehingga penataan kembali sistem Ketatalaksanaan yang difokuskan kepada pelaksanaan desentralisasi dan didukung oleh pengelolaan dokumen / arsip yang efektif dan efisien akan dapat diwujudkan dalam peningkatan daya guna dan hasil guna suatu organisasi.
Pelaksanaan efisiensi dan peningkatan produktifitas kerja aparatur dalam rangka perbaikan dan pengembangan ketatalaksanaan pemerintah daerah adalah suatu kebijakan yang penting dan kebijakan serta strategi dibidang penyederhanaan ketatalaksanaan meliputi:
1.      Mengupayakan melaksanakan perubahan sikap dan prilaku aparatur untuk mewujudkan budaya kerja yang produktif dan transparan.
2.      Melaksanakan penyederhanaan dari sistem operasional prosedur tatalaksana penyelenggaraan administrasi.
3.      Memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk pelaksanaan efisiensi pelaksanaan pekerjaan.
4.    Mengembangkan dan meningkatkan kinerja aparatur
5.      Meningkatkan pendayagunaan sumber daya yang dimiliki seoptimal mungkin.
Dari peningkatan pembinaan, pengkajian dan pengembangan Ketatalaksanaan yang akan mempengaruhi tugas organisasi secara keseluruhan ada faktor penting sebagai suatu sasaran peningkatan kemampuan organisasi dan tatalaksana. Adapun 8(delapan) faktor tersebut :
1.      Perkiraan Strategis.
Dalam penyelenggaraan tugas pokok suatu organisasi selalu adanya keadaan yang mempengaruhi dan faktor-faktor keadaan tersebut adalah:
a.      Kekuatan.
b.       Kelemahan.
c.      Peluang
d.       Ancaman
Dari 4(empat) faktor diatas akan saling berpengaruh dan menentukan kebijakan dan penetapan program suatu organisasi, oleh karena itu keempat faktor tersebut harus terus dipantau dan dianalisa serta dimanfaatkan agar pengaruh positif dari empat faktor tersebut dapat ditingkatkan serta yang negatif dapat dihindari dan proses pengendalian keempat faktor inilah disebut sebagai perwujudan perkiraan strategis.
2.      Kelembagaan
Kelembagaan merupakan suatu wadah dimana akan bekerja sekelompok orang yang akan mewujudkan tujuan dari suatu organisasi, kelembagaan yang ideal adalah bersifat dinamis dimana dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan kondisi keadaan yang dihadapi, perkembangan kelembagaan merupakan suatu program yang berusaha meningkatkan efektivitas suatu kelembagaan dengan meningkatkan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan.
3.      Uraian Tugas Pekerjaan
Uraian tugas pekerjaan harus dibuat bagi setiap jabatan, dalam uraian tugas pekerjaan harus adanya tugas pekerjaan yang dapat diketahui, dipahami yang menjadi kewajiban, ruang lingkupnya serta tanggungjawab dan dengan adanya uraian tugas pekerjaan akan dapat untuk mengukur volume tugas.
4.      Tata Hubungan Kerja.
Tata hubungan kerja adalah suatu pengetahuan hubungan kerja antara satu unit kerja dengan unit kerja lainnya dalam bentuk suatu koordinasi fungsional. Dengan adanya tata hubungan kerja diharapkan akan lebih memperjelas koordinasi antar unit kerja, pengaturan tata kerja perlu dibuat terutama bagi unit kerja yang cenderung adanya tumpang tindih pekerjaan atau memang sungguh-sungguh memerlukan kerjasama yang diatur dengan tata hubungan kerja.

5.      Pedoman Kerja.
Pedoman kerja adalah suatu pengaturan tentang cara melaksanakan pekerjaan secara umum bagi setiap tugas yang dibebankan kepada bagian-bagian atau deisi dari suatu organisasi.
6.      Petunjuk Pelaksanaan Kerja.
Petunjuk pelaksanaan kerja adalah petunjuk lebih lanjut dari pedoman kerja yang akan mengatur dan memberi petunjuk tentang suatu pekerjaan.
7.      Tata Cara Kerja.
Tata cara kerja adalah rincian petunjuk kerja yang berupa ketentuan cara melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan adanya tata cara kerja pelaksana tugas tidak perlu mencari sendiri altenatif cara kerja melainkan tinggal melaksanakan sesuai ketentuan.

8.      Pembinaan Sistem.
Dengan adanya faktor perkiraan strategis dan faktor lainnya seperti uraian tugas pekerjaan, tata hubungan kerja, pedoman kerja, petunjuk pelaksanaan kerja serta tata cara kerja, maka suatu organisasi telah siap dan dapat melakukan tugasnya, akan tetapi keadaan lingkungan kerja harus menjadi perhatian, dan untuk itu unsur manusia juga menuntut terjadinya dinamika organisasi.
Dari delapan faktor tersebut, dalam melaksanakan sistem ketatalaksanaan perlu untuk mewujudkan suatu mekanisme pelaksanaan kegiatan yaitu :
a.       Koordinasi.
b.      Percontohan Ketatalaksanaan.
c.       Kerjasama antar Instansi dibidang Ketatalaksanaan.
d.      Kunjungan Kerja.
e.       Evaluasi pelaksanaan kegiatan ketatalaksanaan.
Ketatalaksanaan aparatur pemerintah saat ini perlu untuk disederhanakan yang ditandai oleh adanya perubahan pada mekanisme, sistem, prosedur dan tata kerja agar dapat tertib, efisien dan efektif sehingga nantinya akan berpengaruh pada proses perencanaan dan pelaksanaan serta pemantauan.
Proses dari suatu pelaksanaan ketatalaksanaan pada suatu organisasi akan mempengaruhi gerakan organisasi secara keseluruhan, karena pada ketatalaksanaanlah pengaturan dari tugas suatu organisasi ditentukan, serta dari proses pengaturan itulah nantinya akan dapat dilihat tingkat efektivitas dan kinerja suatu organisasi dapat berjalan dengan baik karena standarisasi tatalaksana dari suatu tugas/pekerjaan organisasi telah dapat mengukurnya, disamping kemampuan atau kompetensi dari sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut dan pengaruh lain yang tidak bisa terlepas dari pergerakan suatu organisasi, yaitu pengaruh lingkungan organisasi itu sendiri, dan untuk itu pada pemerintah daerah sebagaimana yang diharapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 dapat memuat kewenangan yang dimiliki menjadi suatu standarisasi pelaksanaan pekerjaan organisasi perangkat daerah.

2.4. Menuju Ketatalaksanaan Pemerintahan yang Baik  
Berdasarkan berbagai landasan yang dikemukakan sebelumnya, maka ketatalaksanaan pemerintahan yang baik dimaksudkan untuk mewujudkan 3 (tiga) tujuan utama pemerintah, yakni reformasi birokrasi, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan penguatan etonomi lokal (otonomi daerah). Untuk mewujudkan 3 (tiga) agenda besar tersebut, solusi yang paling relevan untuk masyarakat Indonesia adalah penerapan aspek-aspek demokrasi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

Secara spesifik, ada 4 (empat) aspek pokok demokrasi yang terbukti sangat menentukan bagi perkembangan ekonomi dan sosial dalam jangka panjang, yaitu :

Satu, sistem demokrasi yang stabil adalah penjamin terbaik bagi kestabilan politik, yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi dan investasi sektor swasta dalam jangka panjang.

Dua, nilai-nilai demokrasi seperti transparansi dan akuntabilitas sangat penting bagi pemerintah yang efektif dan responsif dan bagi aktivitas ekonomi yang sejahtera dan efisien. Salah satu contohnya adalah krisis-krisis keuangan di Asia dan Rusia yang dialami pada tahun-tahun 1990-an.

Tiga, regulasi yang baik dan tegas yang didukung oleh penegakan hukum harus ada jika bisnis ingin dikembangkan dalam ekonomi pasar.

Empat, prosedur-prosedur pengambilan keputusan yang memungkinkan adanya partisipasi dan umpan balik dari sektor swasta, masyarakat sipil, partai-partai politik dan kelompok-kelompok warga negara lainnya harus dikembangkan. Tanpa sistem umpan balik dan akuntabilitas proses kepemerintahan, penyusunan anggaran dan aspek-aspek lain dari pelaksanaan pemerintahan sehari-hari akan putus hubungan dengan masyarakat dan kelompok-kelompok yang seharusnya dilayani.

Sementara ada banyak isu dan pembaharuan yang dapat mendorong demokrasi yang berhasil, negara-negara yang berhasil dalam menangani empat tantangan pokok tersebut juga berhasil memenuhi keinginan dan aspirasi rakyat. Yang lebih utama adalah keberhasilan dalam menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi yang penting bagi pertumbuhan penduduk dan pengurangan kemiskinan. Selaiknya, negara yang gagal mengembangkan kepemerintahan yang demokratis mengalami berbagai stagnasi dan tidak mampu mengambil keuntungan dari berbagai banyak kesempatan yang ada.

Sebuah demokrasi yang berhasil selalu memerlukan pemilihan umum yang bebas dan adil, warga negara yang termotivasi dan memperoleh informasi yang memadai, struktur-struktur partai politik yang dibangun dengan baik, media yang dinamis dan disiplin, masyarakat sipil (civil society) dan dukungan masyarakat bisnis.

Untuk mewujudkan sebuah demokrasi yang berhasil di tingkat lokal, kekuatan aparatur perlu dikerahkan dan bersinergi dengan melibatkan kepentingan semua pihak (pemerintah, swasta dan masyarakat lokal) yang terlibat dalam upaya pencapaian tujuan otonomi daerah. Hasil rumusan Brynden dan kawan-kawan (1998) untuk keberhasilan pembangunan suatu masyarakat lokal yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat masih sangat relevan.

Rumusan tersebut direalisasikan dengan mengupayakan pendidikan dan pelatihan bagi pihak-pihak tersebut terutama untuk penyamaan persepsi, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat setempat, memberikan contoh-contoh konkrit yang bisa diterapkan dan dekat dengan kehidupan masyarakat, jujur dan terbuka dalam setiap tindakan dengan masyarakat, menjabarkan tujuan-tujuan ke dalam tugas-tugas yang mudah dicapai, pemberian penghargaan terhadap masyarakat atas keberhasilan yang dicapai, mengupayakan tersedianya berbagai sarana dan prasana yang mendukung masyarakat setempat untuk sadar informasi dan membangun tingkat adaptasi secara terus menerus untuk menghadapi perubahan-perubahan dan kebutuhan-kebutuhan baru.
























BAB III PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Dinamika sistem ketatalaksanan pemerintahan sejak Orde Lama, Orde Baru hingga masa reformasi menunjukkan bahwa bangsa ini besar dari berbagai persoalan dan menjadikan berbagai permasalahan bangsa sebagai cambuk untuk bangkit membangun kekuatan bangsa dari berbagai aspek terutama aspek ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Sadar atau tidak, pondasi kekuatan bangsa tersebut terletak pada semangat aparatur pemerintah untuk membawa perubahan dan perbaikan bagi kelangsungan kehidupan birokrasi yang efektif dan efisien, mewujudkan agenda tata kelola pemerintahan yang baik dan meraih tujuan pemerataan pembangunan dan pelayanan masyarakat melalui otonomi daerah.

Selain itu, ke depan, sistem ketatalaksanaan pemerintahan selalu harus dibangun berdasarkan sistem kemitraan antara pemerintah, swasta, organisasi-organisasi politik dan kemasyarakatan serta masyarakat sipil (civil society).  Satu kata kunci untuk merealisasikan sistem kemitraan tersebut adalah kepercayaan dan kepercayaan tersebut terwujud dalam beberapa ciri antara lain : persamaan dan organisasi yang lebih landai, hierarki aktualisasi yang luwes dimana kekuasaan berpedoman pada nilai-nilai seperti caring dan caretaking, spiritualitas yang berbasis alamiah, tingkat kekacauan yang rendah yang terbentuk dalam sistem, dan persamaan dan keadilan gender. 

           










DAFTAR PUSTAKA
·         Zainudin, 2010. bahan ajar Mendagri pada Diklat PIN  Tk. I LAN-RI, Jakarta



·         www.bappenas.go.id/ penciptaan-tata-pemerintahan-yang-bersih-dan-berwibawa.pdf



















1 komentar:

Unknown mengatakan...

JAngan lupa POst Coment..