MAKALAH
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
Desentralisasi dan pembangunan kesehatan di Indonesia
Oleh
Hairil Sakthi HR E21113307
Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Uniersitas Hasanuddin
Makassar
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji kita panjatkan
kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan kekuatan kepada kami untuk dapat
menyelesaikan halaman demi halaman makalah ini. Shalawat dan salam tercurah
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai sang motivator dan inspirator
terhebat sepanjang zaman.
Kami
sangat sadar bahwa setiap pencapaian adalah buah dari kerja dan sokongan banyak
pihak yang begitu luar biasa, oleh karenanya tanpa mempermasalahkan
hierarkinya, maka Kami ingin sekali
menyampaikan ucapanterima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang memiliki andil terhadap pembuatan makalah ini baik bantuan moriil
maupun materiil.
Semoga makalah yang kami beri judul “Desentralisasi dan pembangunan daerah di Indonesia ” ini dapat menjadi suatu kontribusi positif
dan konstruktif bagi para pembaca, serta diharapkan dapat menambah cakrawala
berfikir kita dan tentunya dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis
khususnya.
Makassar,
9 Desember 2014
Salam
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................2
DAFTAR
ISI................................................................................................3
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 4
1.2 Rumusan
Masalah.......................................................................... 5
1.3 Tujuan
Penulisan............................................................................ 5
BAB
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian..........................................................................6
2.2 Sistem
Desentralisasi Pembangunan Kesehatan......................8
2.3 Dampak
dari Desentralisasi Pembangunan Kesehatan.......12
BAB
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 14
3.2 Saran................................................................................................ 15
DAFTAR
FUSTAKA.............................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebagai
suatu negara kesatuan yang menganut azas desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahannya, pemerintah pusat memberi keleluasaan atau kewenangan kepada
daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Perubahan kedua Pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan antara lain bahwa “ Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu
dibagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota, yang masing-masing mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang ”.
Sesuai
dengan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut maka sistem pemerintahan di
Indonesia mengenal adanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembentukan
pemerintahan daerah didasari oleh kondisi wilayah negara yang sangat luas,
mencakup berbagai kepulauan, masyarakatnya memiliki latar belakang budaya yang
sangat beragam, dan sebagainya, yang mengakibatkan sulitnya pengelolaan
pemerintahan apabila segala sesuatunya diurus oleh pemerintah pusat yang
berkedudukan di Ibukota Negara. Untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan
secara lebih efektif dan efisien ke seluruh pelosok wilayah negara maka
dibentuklah pemerintahan daerah yang menyelenggarakan urusan-urusan atau
fungsi-fungsi pemerintahan di daerah, khususnya yang berkaitan langsung dengan
kebutuhan masyarakat di daerah. Penyerahan kewenangan kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah sesuai dengan kepentingan masyarakatnya dinamakan dengan desentralisasi.
Indonesia adalah negara dengan
tingkat keragaman tinggi yang tersebar di berbagai area geografis yang unik.
Adanya kepercayaan dan kebudayaan yang banyak membuat penanganan masalah pada
setiap daerah haruslah berbeda. Menyesuaikan dengan karakterisitik daerah
tersebut. Kenyataan ini berbeda dari peraturan yang pernah berlaku untuk
puskesmas di Indonesia. Peraturan yang juga disebut sebagai paradigma lama
puskesmas. Beberapa hal yang melekat kuat padaparadigma lama
itu adalah, sentralisasi, pembangunan yang terbatas, pengobatan yang hanya
bersifat kuratif, hukum kebutuhan dan permintaan, dan sangat kental dengan
unsur birokrasinya. Ketidakluwesan yang ada di puskesmas ini lama
kelamaan membuat fungsi puskesmas yang sebenarnya menjadi samar dan
bahkan nyaris terlupa.
Globalisasi dalam pelayanan
kesehatan merupakan suatu keniscayaan yang mau tidak mau harus kita hadapi,
karena ketika kita menghindar dari globalisasi disaat itu pula kita akan
tertinggal dan tereliminasi dari sebuah proses sosial yang berjalan.
Globalisasi pelayanan kesehatan akan ditandai dengan masuknya modal dan tenaga
kesehatan luar negeri dalam Sistem Pelayanan Kesehatan.
Kondisi tersebut dapat merupakan
ancaman dan peluang bagi komunitas yang bergelut pada kesehatan . Globalisasi
menjadi ancaman ketika komunitas kesehatan tidak mampu dan tidak mau menyiapkan
secara terencana dan sistematis dengan kata lain berjalan masing-masiang.
Globalisasi menjadi peluang manakala dengan globalisasi kita mampu meredefinisi
dan mereposisi peran profesi yang bergerak pada bidang kesehatan baik itu
dokter,perawat,ataupun tenaga kesehatan di Indonesia untuk berdimensi
internasional.
Disamping isu globalisasi pada
dekade terakhir ini di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah isu
Desentralisasi kesehatan.Desentralisasi kesehatan dapat dimaknai sebagai
pemindahan tanggungjawab dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pembangkitan
serta pemanfaatan sumberdaya serta kewengan administratif dari tingkat
pemerintah yang tinggi ke tingkat yang lebih rendah dalam suatu hirarkis
politis administratif atau teritorial.
Sebelum desentralisasi/Otonomi
Daerah, alokasi anggaran kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan
menggunakan model negoisasi ke propinsi-propinsi.Sedangkan Pada era
desentralisasi dan otonomi daerah, daerah mempunyai kewenangan yang besar dalam
perencanaan dan penganggaran, karena alokasi anggaran pembangunan melalui
formula Dana Alokasi Umum (DAU).Dalam formula DAU komponen kesehatan secara
implisit dianggap sudah masuk didalamnya walaupun secara ekplisit tidak
ada.Akibatnya, secara praktis sektor kesehatan harus berjuang untuk mendapatkan
anggaran. Sektor kesehatan harus membuat perencanaan dan penganggaran program
kesehatan yang meyakinkan untuk dapat bersaing dengan sektor lain untuk
mendapatkannya.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
definisi dari desentralisasi pembangunan kesehatan ?
2. Bagaimana
sistem desentralisasi pembangunan kesehatan ?
3. Bagaimana
dampak desentralisasi ?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah
1. Untuk
mengetahui defenisi dari desentralisasi
pembangunan kesehatan
2. Untuk
mengetahui sistem desentralisasi pembangunan kesehatan.
3. Untuk
mengetahui dampak dari desentralisasi pembangunan kesehatan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Desentralisasi merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk membagi kekuasaan ( division of power
). Pembagian kekuasaan secara teoritis dapat dilakukan melalui dua cara,
yakni capital division of power dan areal division of power. Desentralisasi merupakan
penyerahan kekuasaan secara legal (yang dilandasi hukum) untuk
melaksanakan fungsi tertentu atau fungsi yang tersisa kepada otoritas lokal
yang secara formal diakui oleh konstitusi (Maddick,1963).
Pandangan lain mengenai pengertian
desentralisasi dikemukakan oleh Chema dan Rondinelli (1983). Menurut
mereka desentralisasi “ is the transfer or delegating of planning,
decision making or management authority from the central government and its
agencies to field organizations, subbordinate units of government,
semi-autonomous public coorporations, area wide or regional authorities,
functional authorities, or non governmental organizations “ ( Chema
and Rondinelli, 1983).
Menurut
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan bahwa Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang/transfer wewengang dari pemerintah pusat baik kepada
pejabat-pejabat pemerintah pusat di Daerah yang disebut Dekonsentrasi maupun
kepada badan-badan otonom daerah yang sering disebut Devolusi. Selanjutnya PBB
menjelaskan bahwa dua prinsip dari penyerahan wewenang dan fungsi pemerintah
adalah pertama ;Deconsentrasi area offices of administration (perangkat
wilayah yang berada di daerah) dan kedua, Devolusi dimana sebagian
kekuasaan pemerintah diserahkan kepada badan-badan politik di daerah yang
diikuti dengan penyerahan kekuasaa/kewenangan sepenuhnya untuk mengambil
keputusan baik secara politis maupun adminstratif.
Dikatakan
oleh Bryant bahwa konsekuensi dari penyerahan wewenang dalam pengambilan
keputusan dan pengawasan kepada badan-badan otonomi adalah untuk memberdayakan
kemampuan lokal (empowerment local capasity). Wewenang dan sumber daya yang
diberikan berkaitan erat satu sama lainnya. Apabila badan-badan lokal diserahi
tanggung jawab dan sumber daya, maka kemampuan untuk mengembangkan otoritasnya
akan meningkat. Sebaliknya, jika pemerintah lokal hanya ditugaskan untuk
mengikuti kebijkan pusat maka partisipasi para elit dan warganya akan rendah.
Dengan demikian maka kekuasaan pada tingkat pusat tidak akan berkurang bahkan
akan memperoleh respek dan kepercayaan dari tingkat lokal yang pada akhirnya
akan meningkatkan pengaruh dan legitimasinya.
Sedangkan
para ahli Indonesia, seperti R. Trsna, Koesoemaatmadja, Amrah Moeslimin, The
Liang Gie dan sebagainya termasuk dalam aliran Kontinental.
Menurut
R. Tresna desentralisasi dapat dibedakan kedalam :
1.
Desentralisasi Jabatan (dekonsentrasi), adalah pemberian atau pemasrahan
kekuasaan dari atas ke bawah dalam rangka kepegawaian, guna kelancaran
pekerjaan semata-mata.
2. Desentralisasi
Ketatanegaraan, merupakan pemberian kekuasaan untuk mengatur bagi daerah di
dalam lingkungannya guna mewujudkan azas demokrasi dalam pemerintahan negara.
Desentralisasi ketatanegaraan ini dibagi menjadi : Desentralisasi teritorial
dan desentralisasi fungsional.
Sementara
itu Koesoemaatmadja, Desentralisasi adalah sistem untuk mewujudkan demokrasi
yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikutserta dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Desentralisasi menurutnya dapat dibedakan menjadi
: dekonsentrasi dan desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik,
yaitu : pelimpahan kekuasaan perundang-undangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah
otonom di dalam lingkungannya. Dalam Desentralisasi politik/ketatanegaraan ini
masyarakat dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui
saluran-saluran perwakilan. Desentralisasi politik/ketatanegaraan ini dibagi
lagi menjadi (1) desentralisasi teritorial, yaitu : pelimpahan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumahtangga daerah
masing-masing; (2)Desentarlisasi fungsional, yaitu pelimpahan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan
tertentu.
Ahli
lainnya adalah Amrah Moeslim yang tidak memasukkan dekonsentrasi sebagai salah
satu jenis desentralisasi. Menurut Meoslim, desentralisasi dibedakan dalam tiga
jenis, yaitu :
1. Desentralisasi
Politik, yaitu : pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang menimbulkan hak
mengatur dan mengurus kepentingan rumahtangga sendiri bagi badan politik di
daerah-daerah yang dipilih oleh rakyat daerah.
2. Desentralisasi
Fungsional, yaitu : pemberian hak kepada golongan-golongan tertentu untuk
mengurus satu macam atau segolongan kepentingan tertentu dalam masyarakat baik
terikat ataupun tidak.
3. Desentralisasi
Kebudayaan adalah pemberian hak kepada golongan minoritas dalam masyarakat
untuk menyelenggarakan kebudayaan sendiri (pendidikan, agama dll).
Menurut
pendapat The Liang Gie Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk
menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang
mendiami suatu wilayah.Sementara itu menurut UU No 5 Tahun 1974 tentang,
Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau Daerah
tingkat atasnya kepada Daerah, menjadi urusan rumah tangganya. Sedangkan
menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Desentralisasi
adalah : penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari
berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi pada
dasarnya adalah : suatu proses transfer/penyerahan sebagian wewenang dan
tanggungjawab dari urusan yang semula adalah urusan pemerintah pusat kepada
badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi urusan
rumahtangganya sehingga urusan-urusan tersebut beralih kepada Daerah dan
menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Daerah.
Dengan
pengertian tersebut, maka setidaknya ada empat kegiatan dalam desentralisasi
menurut Koiruddin (2005); yaitu:
1. Dekonsentrasi
wewenang administrasi
Dekonsentralisasi
berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat pada perwakilannya
yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk
mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
2. Delegasi
kepada oenguasa otorita
Delegasi
adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk
melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung
berada dibawah pengawasan pusat.
3. Devolusi
kepada pemerintah daerah
Devolusi
adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar
pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada
unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk
desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi dimana
pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal
pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen.
4. Pemindahan
fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang
disebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau
privatisasi adalah penyerahan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung
jawab administrasi tertentu kepada organisasi swasta.
2.2 Sistem
Desentralisasi Pembangunan Kesehatan
Sistem
Desentralisasi yang sekarang ini berlaku di Indonesia,membawa perubahan
tersendiri dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia.Sesuai Undang–undang nomor
23 tahun 1992 tentang kesehatan telah dicantumkan bahwa Tujuan Nasional
Pembangunan Kesehatan adalah terwujutnya derajat kesehatan masyarakat yang
optimal berupa keadaan sejahtra dari badan, jiwa dan sosial yang optimal, yang
memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal, bagi masyarakat, diselenggarakan upaya
kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan,pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara
menyeluruh,terpadu dan berkesinambungan, pelaksanaan pelayanan kesehatan yang
merupakan perwujudan dari paradigma sehat pada saat ini lebih banyak
dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat.
Undang–undang
No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa pelaksanaan otonomi
daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan azas desentralisasi, pada
daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota, bertanggung jawab
sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya dan pembangunan
kesehatan pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
dituntut adanya sumberdaya manusia yang professional dan mampumemberikan
kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan kesehatan adalah dinas kesehatan
yang mempuyai tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Mewujudkan
pembangunan nasional di bidang kesehatan yang berlandaskan prakarsa dan
aspirasi masyarakat dengan cara memberdayakan, menghimpun, dan mengoptimalkan
potensi Daerah untuk kepentingan Daerah dan prioritas Nasional dalam mencapai
Indonesia Sehat 2010
Desentralisasi
kesehatan di Indonesia secara lebih jelas dilaksanakan setelah dikeluarkannya
UU No. 22 tahun 1999, PP No. 25 tahun 2000, serta SE Menkes No.
1107/Menkes/E/VII/2000. UU No. 22 tahun 1999 pasal 1 ayat h menyebutkan
“otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat (termasuk bidang kesehatan), menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut
aturan perundang-undangan dan dalam prakteknya, desentralisasi bidang kesehatan
yang ada di indonesia menganut semua jenis desentralisasi (dekonsentrasi,
devolusi, delegasi dan privatisasi). Hal ini terlihat dari masih adanya
kewenangan pemerintah pusat yang didekontrasikan di daerah propinsi melalui
Dinas Kesehatan Provinsi. Selain itu, berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000
disebutkan beberapa tugas yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang lebih tinggi. Upaya privatisasi
pelayanan kesehatan dan perusahaan pendukung pelayanan kesehatan juga sedang
giat dilakukan. Kandungan makna substansial dari desentralisasi adalah
bagaimana menyejahterakan dan menciptakan keadilan bagi kehidupan masyarakat di
daerah (Tagela, 2001). Selanjutnya, Simangunsong (2001). Mengatakan bahwainti
dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keluesan pemerintah daerah
untuk melaksanakan pemerintahan sendiri atas prakarsa, kreativitas, dan peran
serta masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan daerahnya.
Dalam
bidang kesehatan, implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain,
adalah sebagai berikut;
1. Terwujudya
pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi
masyarakat
2. Pemerataan
pembangunan dan pelayanan kesehatan
3. Optimalisasi
potensi pembanmgunankesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap,
4. Memacu
sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya
mengacu pada petunjuk atasan
5. Menumbuhkembangkan
pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa
mengabaikan peran serta sector lain.
Kesemuanya
ini bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Hakikat dari
pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan, pengakuan martabat, dan
peningkatan serta apresiasi terhadap harga diri masyarakat. Kebijakan
desentralisasi pembangunan kesehatan seyoganya dimaksudkan untuk peningkatan
derajat kesehatan masyarakat secara merata diseluruh Indonesia. Dengan adanya
kebijakan desentralisasi maka terdapat keluwesan pemerintah daerah untuk
melaksanakan pemerintah sendiri atas prakarsa, kreativitas, dan peran serta
masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan kesehatan di daerahnya. Implikasi
dari kebijakan tersebut adalah daerah kabupaten/kota (pemerintah,DPRD, dan
masyarakat) harus merencanakan dan merumuskan sendiri program pembangunan
kesehatan di daerahnya tanpa harus menunggu kebijakan dari atas.
Program
pembangunan kesehatan harus bersifat bottom-up, yaitu berdasarkan aspirasi dari
bawah. Hal ini tidak mudah, karena selama ini daerah sudah terbiasa dengan
kebijakan pembangunan yang top-down tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat. Di
satu sisi, pihak pemerintah daerah (Dinas Kesehatan) tidak terbisa merencanakan
dan menyusun program pembangunan daerah. Di sisi lain, masyarakat sangat jarang
dilibatkan dengan proses pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, keberhasilan
pembangunan kesehatan di era desentralisasi sangat tergantung pada kesiapan
daerah untuk melaksanakannya.
Beberapa
upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah (Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota) untuk meningkatkan kesiapan daerah dalam menghadapi dan
melaksanakan desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah menata
ulang struktur organisasi Dinas Kesehatan, menetapkan system kesehatan daerah,
merencanakan dan menyusun program pembangunan secara bottom-up, menumbuhkan
mental proaktif pada aparatur pemerintah, mengembangkan system informasi
kesehatan, menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan
kesehatan, mengembangkan model promosi kesehatan daerah, menjalin kerjasama
dengan lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan kesehatan, meningkatkan kerjasama
lintas sector, membentuk badan kerjasama antar kabupaten/kota, meningkatkan
keterlibatan masyarakat, dan mengembangkan model pembiayaan kesehatan. Selain
itu, DPRD kabupaten/kota harus mengawasi jalannya pembangunan kesehatan dan
menghasilkan peraturan daerah yang memberikan suasana kondusif kepada proses
pembangunan dan infestasi bidang kesehatan di derah.
Akhirnya,
dengan adanya kebijakan desentralisasi, pemerintah dan masyarakat harus
bersama-sama bahu-membahu menjalankan pembangunan kesehatan untuk mencapai
kondisi kesehatan yang dicanangkan dalam Indonesia sehat 2010, yaitu masyarakat
yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Sistem
Desentralisasi yang sekarang ini berlaku di Indonesia, membawa perubahan
tersendiri dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Sesuai Undang–undang nomor
23 tahun 1992 tentang kesehatan telah dicantumkan bahwa Tujuan Nasional
Pembangunan Kesehatan adalah terwujutnya derajat kesehatan masyarakat yang
optimal berupa keadaan sejahtra dari badan, jiwa dan sosial yang optimal, yang
memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal, bagi masyarakat, diselenggarakan upaya
kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, pelaksanaan pelayanan kesehatan yang
merupakan perwujudan dari paradigma sehat pada saat ini lebih banyak
dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat.
Undang–undang
No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa pelaksanaan otonomi
daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan azas desentralisasi, pada
daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota, bertanggung jawab
sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya dan pembangunan
kesehatan pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
dituntut adanya sumberdaya manusia yang professional dan mampumemberikan kontribusi
yang maksimal bagi organisasi dan kesehatan adalah dinas kesehatan yang
mempuyai tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Mewujudkan
pembangunan nasional di bidang kesehatan yang berlandaskan prakarsa dan
aspirasi masyarakat dengan cara memberdayakan, menghimpun, dan mengoptimalkan
potensi Daerah untuk kepentingan Daerah dan prioritas Nasional dalam mencapai
Indonesia Sehat 2010
Ditengah
keterbatasan sumber daya dalam hal pembiayaan dan tenaga adalah memprioritaskan
bidang-bidang pembangunan kesehatan, seperti Kesehatan Ibu dan Anak. Oleh
karena itu, Depkes akan menempuh 4 strategi utama, yaitu :
1. Menggerakkan
dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.
Sasaran
utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat
berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.
2.
Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Sasaran
utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi
terlindungi dari penyakit; disetiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten;
di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar; setiap
Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di
wilayah kerjanya; pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan
jaringannya memenuhi standar mutu.
3.
Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.
Sasaran
utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara
cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan
terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi
secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat;
semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat;
terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan
berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh
Indonesia.
4. Meningkatkan
pembiayaan kesehatan.
Sasaran
utama dari strategi ini adalah : pembangunan kesehatan memperoleh prioritas
penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah
diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan terciptanya sistem
jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin.
Implikasi
desentralisasi pembangunan kesehatan. Adanya kebijakan desentralisasi dalam
bidang kesehatan akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan
masyarakat. Implikasi tersebut dapat memberikan dampak positif dan dampak
negatif.
2.3 Dampak
dari Desentralisasi Pembangunan Kesehatan
Dampak
positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai
berikut:
1) Terwujudnya
pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi
masyarakat.
2) Pemerataan
pembangunan dan pelayanan kesehatan,
3) Optimalisasi
potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap
4) Memacu
sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya
mengacu pada petunjuk atasan,
5) Menumbuhkembangkan
pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa
mengabaikan peran serta sektor lain.
Dampak
negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan
sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam
menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program
yang dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang
harus diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran.
Arus
desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur
pemerintahan. Hal ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu yang
lama dan komitmen dari aparatur pemerintah.
Adapun
dampak lainnya dari desentralisasi :
1. Segi
ekonomi, dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem
desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah mengelolah sumber daya
alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang
dimiliki telah dikelolah secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan
masyarakat akan meningkat.
2. Segi
sosial budaya, dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial
budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini
pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang
dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan
dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu
potensi daerah tersebut. Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi
sosial budaya adalah masing-masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan
kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung melunturkan
kesatuan yang dimiliki oleh bangsa indonesia itu sendiri.
3. Segi
keamanan dan politik, dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya
untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya
kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri
dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja
yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut
konflik antar daerah. Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui
desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di
daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari
pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintahan daerah lebih aktif
dalam mengelolah daerahnya. Tetapi dampak negatif yang terlihat dari sistem ini
adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan
kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan
pribadi atau oknum. Hal tersebut karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah
di tingkat pusat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
· Jadi
kesimpulanya desentralisasi pembangunan kesehatan ialah penyerahan urusan
pemerintah dari pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah, yang
bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat lebih cepat dan lebih baik serta
pembangunan kesehatan yang dilakukan sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing.
· Ada
4 jenis Desentralisasi yang di anut di indonesia yakni
1. Dekonsentrasi
2. Delegasi
3. Devolusi
4. Privatisasi
· Peran
masyarakat dapat berupa :
1. Mengemukakan pendapat.
2. Mengajukan usul berkenaan dengan pembangunan kesehatan di daerah
3. Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas jalannya pembangunan kesehatan.
1. Mengemukakan pendapat.
2. Mengajukan usul berkenaan dengan pembangunan kesehatan di daerah
3. Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas jalannya pembangunan kesehatan.
· Dampak
positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai
berikut:
1) Terwujudnya
pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi
masyarakat.
2) Pemerataan
pembangunan dan pelayanan kesehatan,
3) Optimalisasi
potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap
4) Memacu
sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya
mengacu pada petunjuk atasan,
5) Menumbuhkembangkan
pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa
mengabaikan peran serta sektor lain.
· Dampak
Negatif Desentralisasi :
1. Waktu
pengambilan kebijakan.
2. Pada
dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan sendiri.
3. Adanya
ketimpangan pegambilan keputusan oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya
mempunyai kewenangan tersebut. Hal tersebut dikarenakan ada orang yang ingin
menguasainya, atas dasar keegoisan manusia
4. Peluang
terjadinya penyelewengan dana lebih besar.
3.2 Saran
Dengan
adanya makalah ini, para pembaca dapat mengetahui secara lebih luas mengenai
desentralisasi pembangunan kesehatan. Demi tercapainya tujuan dari
desentralisasi pembangunan kesehatan, masyarakat juga harus turut berperan
serta dalam mengusulkan dan mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Pemerintah
perlu memperhatikan alokasi anggaran dari pendapatan yang telah diterima,
karena penempatan anggaran yang tepat dapat menunjang pembangunan kesehatan di
daerah. Pemerintah juga perlu memperhatikan tenaga kerja di pemerintahan dan
dinas-dinas kesehatan dalam menunjang desentralisasi. Pemerintah dan Masyarakat
bekerjasama dalam mengawasi demi menghindari terjadinya penyelewengan dana dan
hal-hal yang mempengaruhi tidak optimalnya pembangunan kesehatan di daerah
masing-masing.
Masalah
Sumber dana kesehatan saat desentralisasi dilaksanakan dan kesiapan SDM yang
ada serta perubahan peran masing-masing level (pusat, provinsi, dan kabupaten)
dijajaran birokrasi perlu perhatian lebih lanjut.
DAFTAR
PUSTAKA
Benzhaonenes.
2011. Kesiapan Daerah Menghadapi desentralisasi Kesehatan.http://www.dinkes-ende.web.id/, diakses 2 Desember 2012.
Ikha.
2012. Desentralisasi Dalam Sistem Kesehatan. http://ikma10fkmua.files.wordpress.com/, diakses 30 November 2012.
Junaidi,
Wawan. 2011. Pengertian Desentralisasi. http://wawan-junaidi.blogspot.com/, diakses 30 November 2012.
Ramadhani,
Chasiah. 2009. Desentralisasi Kesehatan. http://chasiahramadhani.blogspot.com/, diakses 30 November 2012.
Suhadi.
2011. Administrasi Pembangunan Kesehatan. Kendari.
Supriatna,
Tjhya. 1993. Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah. Jakarta : Bumi
Aksara.
Tjokroamidjojo,
Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta : LP3 ES.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar