Senin, 18 Mei 2015

makalah Kekuasaan dan Wewenang

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan kekuatan kepada kami untuk dapat menyelesaikan halaman demi halaman makalah ini. Shalawat dan salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai sang motivator dan inspirator terhebat sepanjang zaman.
Kami sangat sadar bahwa setiap pencapaian adalah buah dari kerja dan sokongan banyak pihak yang begitu luar biasa, oleh karenanya tanpa mempermasalahkan hierarkinya, maka Kami  ingin sekali menyampaikan ucapanterima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memiliki andil terhadap pembuatan makalah ini baik bantuan moriil maupun materiil.
Semoga  makalah yang kami beri judul “Kekuasaan dan Wewenang dalam  Organisasi”  ini dapat menjadi suatu kontribusi positif dan konstruktif bagi para pembaca, serta diharapkan dapat menambah cakrawala berfikir kita dan tentunya dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya.


Makassar, 2 Mei 2015
Salam

                                                                                                Kelompok 3








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................   2
DAFTAR ISI..............................................................................................    3
BAB I. PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang..............................................................................      4         
B.        Rumusan Masalah.........................................................................      5         
C.        Tujuan Penulisan...........................................................................      5

BAB II. PEMBAHASAN
A.        Defenisi kekuasaan dan wewenang............................................        6
B.        Kekuasaan .......................................................................................   8         
C.        Wewenang ...............................................................................................      13                   
BAB III. PENUTUP
A.        Kesimpulan....................................................................................     16
DAFTAR FUSTAKA..............................................................................      16




BAB I
PENDAHULUAN
A.             Latar Belakang
Dalam setiap hubungan antara manusia maupun antara kelompok sosial selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan wewenang. kekuasaan, yang diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memenuhi (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan fihak-fihak lainnya.
Max Weber mengatakan, kekuasaan adalah seseorang atau kelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan mempunyai aneka macam bentuk, dan bermacam-macam sumber. Hak milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Birokrasi juga merupakan salah satu sumber kekuasaan, di samping kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun atas dasar peraturan-peraturan hukum yang tertentu. Jadi kekuasaan terdapat dimana-mana, dalam hubunga sosial maupun di dalam organisasi-organisasi sosial. Tetapi biasanya kekuasaan tertinggi berada pada organisasi yang dinamakan “negara”.
Secara formal Negara mempunyai hak untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi, kalau perlu dengan paksaan. Juga negaralah yang membagi-bagikan kekuasaan yang lebih rendah derajatnya. Itulah yang dinamakan kedaulatan (sovereginity). Kedaulatan biasanya dijalankan oleh segolongan kecil masyarakat yang dinamakan diri the rulig class, pasti ada yang menjadi pimpinannya. Meskipun menurut hukum, dia tidak merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi. Misalnya pada Negara-negara yang berbentuk kerajaan, sering terlihat kenyataan bahwa seorang Perdana Menteri mempunyai kekuasaan yang lebih besar dari Raja dalam menjalankan kedaulatan negara. Gejala lain yang tampak juga adalah perasaan tidak puas (yaitu merasa yang diprintah) mempunyai pengaruh terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dijalankan oleh the ruling class. Golongan yang berkuasa tidak mungkin bertahan terus tanpa didukung didukung oleh masyarakat. Karena itu golongan tersebut senantiasa berusaha untuk membenarkan kekuasaannya terhadap masyarakat, dengan maksud agar kekuasaannya dapat diterima masyarakat sebagai kekuasaan yang legal dan baik untuk masyarakat yang bersangkutan.
Usaha-usaha golongan yang memegang kekuasaan seperti diterangkan Mosca, di dalam masyarakat-masyarakat yang baru saja bebas dari penjajahan dan mendapatkan kemerdekaan politik, mengalami kesulitan-kesulitan. Sebab pokok kesulitan-kesulitan tersebut terletak pada perbedaan alam fikiran antar golongan yang berkuasa (yang secara relatif maju) dan alam fikiran antara golongan yang dikuasai yang masih tradisional dan kurang luas pengetahuannya.
Oleh sebab itu, golongan yang berkuasa harus berusaha untuk menanamkan kekuasaannya dengan jalan menghubungkan dengan kepercayaan dan perasaan-perasaan yang kuat di dalam masyarakat yang bersangkutan, yang pada dasarnya terwujud dalam nilai dan norma.

Dilihat secara umum makna dari kekuasaan dan wewenang hampir sama , dan yang membedakan hanya pada bentuknya. Wewenang legal atas dasar peraturan-peraturan formal (hukum) yang dimiliki seseorang, dapat memberikan kekuasaan pada seseorang untuk mempengaruhi pihak lain sesuai dengan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketetapan dalam peraturan. .  George R.Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup.
B.     Rumusan Masalah

1. Bagaiama perbedaan secara jelas antara kekuasaan dan weweang ?
2. bagaimana pembagian dan jenis kekuasaan?
3. Bagaimana pembagian dan jenis wewenang?

C.     Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat diketahui bahwa tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui perbedaan antara kekuasaan dan wewenang.
2.      Mengetahui pembagian dan jenis kekuasaan.
3.      Mengetahui pembagian dan jenis wewenang.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Defenisi kekuasaan dan wewenang

Kekuasaan dan wewenang ,terkadang banyak dari kita yang sulit untuk membedakan atau kita menyamakan keduanya dengan arti yang tidak jauh berbeda dan tidak memiliki banyak perbedaan, namun sebenarnya antara Kekuasaan Dan wewenang memilki pengertian yang jauh berbeda walaupun ada sedikit persamaan,oleh karena itu kita akan membahas satu persatu arti dari keduanya.
Menurut Ossip K. Flechtheim, Kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan, hubungan – hubungan dan proses – proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain  untuk tujuan – tujuan yang ditetapkan pemegang kekuasaan. Dan Robert M. MacIver  mengemukakan bahwa Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia.Sedangkan  Max Weber mengemukakan bahwa kekuasaan itu dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor didalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa  kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
Ketika membahas wewenang kita pasti akan bertemu dengan dengan dua jenis pandangan terhadap kekuasaan yaitu  Pandangan klasik (classical view) dan Pandangan penerimaan (acceptance view). Menurut Louis A. Allen dalam bukunya, Management and Organization, Wewenang adalah jumlah kekuasaan (powers) dan hak (rights) yang didelegasikan pada suatu jabatan. Dan Menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam bukunya, The Principles of Management : Authority adalah suatu hak untuk memerintah / bertindak. Sedangkan  Menurut G. R. Terry : Wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu.
Jadi, Wewenang dapat kita artikan sebagai hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu sedangkan Kekuasaan adalah kemampuan  untuk menggunakan  pengaruh  pada  orang  lain;  artinya kemampuan  untuk mengubah  sikap  atau  tingkah  laku  individu  atau  kelompok
Perbedaan ada pada kata hak dan kemampuan,jika dalam wewenang kita dapat menggunakan hak kita untuk memerintah dan mengatur orang lain sedangkan dalam kekuasaan ,kita memang memiliki kemampuan untuk mengatur atau memerintah orang lain.
 Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Sesuai dengan sifatnya sebagai ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Tidak memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang baik atau yang buruk. Sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Penilaian baik atau buruk senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat. Karena kekuasaan sendiri mempunyai sifat yang netral, maka menilai baik atau buruknya harus dililhat pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat. Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja, maupun yang sudah besar atau rumit susunannya.
 Tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata pada semua anggota masyarakat. Justru karena pembagian yang tidak merata tadi timbul makna yang pokok dari kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempengaruhu fihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara fihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu, rela atau karena terpaksa. Apabila kekuasaan dijelmakan pada diri seseorang, biasanya orang itu dinamakan pemimpin dan mereka yang menerima pengauruhnya adalah pengikut. Beda antara kekuasaan dan wewenag (authority atau legalized power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau pendapat pengakuan dari masyarakat. Karena memerlukan pengakuan masyarakat, maka di dalam suatu masyarakat yang sudah kkompleks susunannya serta sudah mengenal pembagian kerja yang terperinci, wewenang biasanya terbatas pada hal-hal yang diliputinya, waktunya dan cara menggunakan kekusaan itu pengertian wewenang timbul pada waktu masyarakat mulai mengatur pembagian kekuasaan dan menentukan pembagiannya. Tetapi tidak ada masyarakatpun dalam sejarah manusia, yang berhasil dengan sadar mengatur setiap macam kekuasaan yang ada di dalam masyrakat itu menjadi wewenang. Kecuali itu tidak mungkin setiap macam kekuasaan yang ada, diragukan dalam suatu peraturan dan hal itu juga sebenarnya tidak akan menguntungkan bagi masyarakat. Apabila setiap macam kekuasaan menjadi wewenang maka susunan kekkuatan masyarakat itu menjadi kaku. Karena tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan yang senantiasa terjadi di dalam masyarakat.
Adanya wewenag hanya dapat menjadi efektif apabila didukung dengan kekuasaan yang nyata. Akan tetapi acap kali terjadi bahwa letaknya wewenang yang diakui oleh masyarakat dan letaknya kekuasaan yang nyata, tidak di satu tempat atau tidak berada di satu tangan. Di dalam masyarakat yang kecil dan yang susunannya bersahaja, pada umumnya kekuasaan yang dipegang oleh seseorang atau kelompok orang meliputi bermacam bidang.
Kekuasaan itu lambat laun diidentifikasikan dengan orang yang memegannya. Contoh yang demikian itu dalam Masyarakat Indonesia terdapat pada masyarakat-masyarakat hukum adat (misalnya desa), yang terpencil letaknya di mana semua kekuasaan pemerintahan, ekonomi dan sosial dipercayakan kepada para msyarakat hukum adat tersebut untuk seumur hidup. Karena luasnya kekuasaan dan besarnya kepercayaan kepada para kepala masyarakt hukum adat tersebut untuk seumur hidup.
Sebaliknya di dalam masyarakat yang besar dan rumit, di mana terlihat berbagai sifat dan tujuan hidup golongan yang berbeda-beda dan kepentingan yang tidak selalu sama satu dengan lainnya, maka kekuasaan biasanya terbagi pada beberapa golongan.
Karena itu terdapat perbedaan pemisahan secara teoritis dan nyata dari kekuasaan politik, militer, ekonomi, agama dan seterusnya. Kekuasan yang terbagi itu nampak dengan jelas di dalam masyarakat yang menganut dan melaksankan demokrasi secara luas. Meskipun ada penguasa pemerintah otokratis yang hendak memusatkan kekuasaan semua bidang dalam satu tangan secara mutlak, namun di dalam masyarakat yang kompleks usaha yang demikian tidak mungkin terlaksana sepenuhya. Yang mungkin adalah pemusatan sebagian. Sedang kekuasaan nyata lainnya tetap dipegang oleh golongan-golongan masyarakat yang dalam proses perkembangan masyarakat secara khusus telah malatih diri untuk memegang kekuasaan.

B.     Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Arti  dari kekuasaan adalah  kemampuan  untuk menggunakan  pengaruh  pada  orang  lain;  artinya kemampuan  untuk mengubah  sikap  atau  tingkah  laku  individu  atau  kelompok.  Kekuasaan  juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian.  Kekuasaan  tidak  sama dengan   wewenang, wewenang  tanpa  kekuasaan atau  kekuasaan  tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
1.  Kekuasaan  pribadi,  kekuasaan  yang  didapat  dari  para  pengikut  dan  didasarkan pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2. Kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi.Kekuasaan  tidak begitu saja diperoleh  individu.
Kekuasaan sangat melekat dengan adanya sebuah kewenangan, semua organisasi baik itu organisasi politik maupun organisasi pendidikan memiliki sifat kekuasaan dan kewenangan. Contoh konkret dalam tataran organisasi pendidikan dapat terlihat dari pemilihan seorang Rektor di Perguruan Tinggi Negeri. Seorang Rektor dipilih oleh beberapa aspek yaitu banyaknya suara dan dukungan yang ia dapat dari intern kampus yaitu yang diwakilkan oleh Wali Amanat dan faktor luar kampus yaitu suara dukungan dari seorang Menteri Pendidikan Nasional. Jika seseorang ingin menjadi seorang Rektor di Perguruan Tinggi Negeri maka ia harus memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar dalam mencari dukungan dari Wali Amanat. Namun power besar sekalipun yang dimiliki seorang calon Rektor di dalam sebuah Perguruan Tinggi Negeri tidaklah cukup untuk menjadi seorang Rektor karena suara lainnya ditentukan oleh suara dari seorang Menteri Pendidikan Nasional.
Sumber kekuasaan terdiri dari
1. Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan yang timbul karena karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik.
Contoh : Kekuasaan rujukan dapat terlihat dari seorang Presiden Soekarno. Soekarno memiliki power dan kharisma yang sangat besar yang menjadikannya seseorang yang penting pada zaman kemerdekaan dulu. Kharisma seorang Soekarno dapat terlihat ketika ia berpidato, saat ia berpidato tidak ada rakyat Indonesia yang berani berbicara dan semua orang tunduk mendengarkan pidatonya yang sangat berapi-api dan membakar semangat kemerdekaan saat itu. Tak hanya didalam negeri kharisma seorang seorang Soekarno terlihat, hal ini terbukti dengan banyaknya jalan raya yang diabadikan menggunakan namanya seperti di negera Mesir. Beberapa Presiden Negara besar seperti Amerika, Rusia dan beberapa Negara Arab pun sangat menghormati kharisma dan kekuasaan serta kewenangan seorang Soekarno presiden pertama Indonesia.
2. Expert Power (kekuasaan kepakaran), yakni kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal.
Contoh : Kekuasaan kepakaran dapat terlihat dari seorang dokter di sebuah rumah sakit. Seorang dokter dapat bekerja di rumah sakit memerlukan proses yang panjang yaitu dengan lamanya pendidikan yang ia tempuh di Perguruan Tinggi dan beberapa praktek lapangan yang telah ia lakukan, Seorang dokter bekerja tidak hanya sendiri namun dibantu oleh beberapa asisten dokter dan suster yang memiliki kemampuan yang berbeda dan dibawah kemampuan dokter ahlinya. Asisten dan suster yang membantu dokter tersebut sangat menghormati dan mematuhi perintah dokter tersebut karena ia meyakini bahwa dokter tersebut memiliki kemampuan dan ilmu yang lebih dibandingkan dirinya. Hal ini membuktikan bahwa keahlian, kemampuan dan keilmuan yang dimiliki seorang dokter ahli mampu membuat seorang asisten dokter dan suster menjadin patuh dan tunduk terhadap setiap perintah dokter tersebut.
3. Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga.
Contoh : Kekuasaan sah dapat terlihat dari kekuasaan dan kewenangan seorang kepala sekolah di suatu sekolah. Jabatan sebagai kepala sekolah didapat oleh seseorang berdasarkan kemampuan dan usaha yang dilakukannya. Kepala sekolah merupakan jabatan tertinggi dalam sebuah sekolah yang membawahi bawahan seperti guru dan tenaga kependidikan. Segala peraturan dan kewenangan yang dimiliki dan dikeluarkan oleh kepala sekolah menjadi suatu aturan yang harus dipatuhi tanpa terkecuali oleh semua pegawai di sekolah tersebut. Hal ini membuktikan bahwa jabatan seseorang disebuah organisasi mempengaruhi dan membuat patuh orang-orang yang bersentuhan dengan kebijakan dari orang yang memiliki jabatan tersebut.
4. Reward Power (kekuasaan penghargaan), adalah kekuasaan untuk memberi keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.
Contoh : Kekuasaan pernghargaan dapat terlihat dari sebuah kebijakan sertifikasi guru. Seorang guru yang telah tersertifikasi maka dapat memperbaiki kualitas ekonomi yang dimilikinya karena dengan didapatkannya sertifikasi tersebut maka gaji dan tunjangan yang dapatkannya akan meningkat dan bertambah. Kebijakan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah adalah untuk meningkatkan kinerja dan produktifitas guru disekolah. Pemerintah mengharapkan dengan ditingkatkannya gaji dan tunjangan bagi guru yang tersertifikasi maka akan sebanding dengan produktifitas para guru dalam bekerja. Hal ini membuktikan bahwa penghargaan (sertifikasi) yang didapatkan oleh seorang guru dapat berakibat positif terhadap peningkatan kinerja seseorang dalam bekerja.
5. Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang, ataupun faktor-faktor subyektif lainnya.
Contoh : Kekuasaan paksaan dapat terlihat dari contoh perilaku pengawasan yang dilakukan oleh seorang pengawas sekolah kepada kepala sekolah dan guru. Pengawasan yang dilakukan meliputi beberapa aspek mulai dari kinerja hingga perilaku yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam memimpin sekolah dan perilaku guru dalam mengajar dikelas. Jika dalam aktivitas pengawasan itu terlihat hal yang negatif atau buruk yang dilakukan oleh pegawai disekolah maka laporan tersebut dapat mempengaruhi jabatan yang telah dimiliki dan berbagai hukuman mulai dari pengurangan hak gaji atau tunjangan, penurunan jabatan dan mutasi tempat kerja hingga pemecatan jabatan jika pelanggaran yang dilakukannya itu sangat berat dan melanggar hukum. Hal diatas menggambarkan jika hukuman dari suatu kebijakan akan memaksa seseorang untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan dan memaksa pegawai tersebut agar tidak melakukan hal yang negatif dan melanggar hukum serta agar meningkatkan produktifitasnya dalam bekerja.
6. Information Power (kekuasaan informasi), yaitu kekuasaan yang diperoleh seseorang dengan memegang informasi penting yang dimiliki oleh orang yang kita kuasai.
Contoh : Tak dapat dipungkiri jika sebuah informasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan organisasi. Apalagi informasi itu dapat memperkuat kekuasaan seseorang disuatu organisasi atau kelompok. Sebuah informasi dapat memperkuat kekuasaan dapat digambarkan ketika seseorang yang memiliki jabatan di sebuah organisasi dan ia mengetahui rivalnya melakukan suatu kesalahan atau tindakan hukum dan dapat dijerat hukuman jika diketahui oleh orang lain, maka informasi penting tersebut dapat kita gunakan untuk menjinakkan kekuasaan rival kita di organisasi atau kelompok lain. Contoh lain dari kekuasaan informasi adalah seorang gubernur yang memiliki kekuasaan dan kewenangan sangat besar di suatu provinsi bisa terjatuh dari kursi jabatannya jika seseorang atau lembaga seperti KPK memiliki informasi atau berkas bukti korupsi Gubernur tersebut. Hal diatas menggambarkan bahwa informasi menjadi hal yang penting dalam penentu kekuasaan dan kewenangan seseorang disuatu lembaga atau organisasi.
7. Connection Power (kekuasaan hubungan), yaitu kekuasaan yang diperoleh seseorang berdasarkan hubungan kekerabatan atau relasi.
Contoh : Dalam menjaga jabatan yang dimilikinya seorang pemimpin pemerintahan misalnya Gubernur akan memilih bawahannya seperti sekretaris, kepala dinas, kepala kasi dan pemimpin di beberapa kantornya berdasarkan hubungan kekerabatan baik itu hubungan keluarga, kolegial dan hubungan politik yang tentunya satu tujuan dan tidak akan bersikap kontra atau oposisi terhadap Gubernur tersebut. Hal ini dilakukan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur tersebut akan disetujui dan hal ini dilakukan guna menjaga jabatannya di Pemerintahan tersebut agar bertahan lebih lama karena dengan banyaknya orang-orang yang kontra dan oposisi maka akan menghambat dan dapat berpengaruh negatif terhadap keberadaan pemimpin di sebuah organisasi pemerintahan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa hubungan keluarga, kolegial dan hubungan politik dapat mempengaruhi seseorang dalam memperoleh jabatan disuatu organisasi.
Kekuasaan yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antara manusia maupun antar kelompok mempunyai beberapa unsur pokok yaitu:

1.Rasa takut. Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan penguasa, misalnya) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negatif, karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa. Orang yang mempunyai rasa takut akan berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan orang yang ditakutinya, agar terhindar dari kesukaran-kesukaran yang akan menimpa dirinya, seandainya dia tidak patuh. Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan meniru tindakan-tindakan orang yang ditakutinya. Gejala ini yang dinamakan marched dependent behavior. Gejala tak mempunyai tujuan kongkrit bagi yang melakukannya. Rasa takut merupakan gejala universal yang terdapat di mana-mana dan biasanya dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat yang mempunyai pemerintahan otoriter.

2.Rasa cinta. Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumunya positif. Orang-orang lain bertindak sesuai dengan kehendak fihak yang berkuasa, untuk menyenagkan semua fihak. Artinya ada titik-titik penemuan antara fihak-fihak yang bersangkutan. Rasa cinta biasanya telah mendarah daging (internalized) dalam diri seseorang atau sekelompok orang.
3. Kepercayaan. Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung anatar dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B sebagai orang yang dikuasai mengadakan hubungan langsung dengan A sebagai pemegang kekuasaan. B percaya sepenuhnya kepada A, kalau A akan selalu bertindak dan berlaku baik. Dengan demikian maka setiap keinginan A akan selalu dilaksanakan oleh B. Kemungkinan sekali bahwa B sama sekali tidak mengetahui kegunaan tindakan-tindakannya itu. Akan tetapi, karena dia telah menaruh kepercayaan kepada si A, maka maka dia akan berbuat hal-hal yang sesuai dengan kemauan A yang merupakan penguasa, agar A tambah mempercayai B. pada contoh tersebut, hubungan yang terjadi bersifat pribadi, akan tetapi, mungkin saja hubungan demikian akan berkembang di dalam suatu organisasi atau masayarakat secara luas. Soal kepercayaan memang sangat penting demi kelanggengan suatu kekuasaan.
4.Pemujaan Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh orang-orang lain. Akan tetapi di dalam sistem pemujaan, seseorang atau sekelompok orang-orang yang memegang kekuasaan, mempunyai dasar pemujaan dari orang-orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan penguasa dibenarkan atau setidak-tidaknya dianggap benar.
Ke empat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan oleh penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan secara langsung tanpa perantara. Apabila dilihat dalam masyarakat, maka kekuasaan di dalam pelaksanaannya dijalankan melalui saluran-saluran tertentu.
           

C.     Wewenang
Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, maka wewenang juga dapat dijumpai dimana-mana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan wewenang berada di satu tangan. Dengan wewenag dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentanga.
Dengan lain perkataan, seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Tekanannya adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan. Dipandang dari sudut masyarakat, maka kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi wewenang. Wewenang hanya mengalami perubahan dalam bentuk. Menurut kenyataannya wewenag tadi tetap ada. Perkembangan suatu wewenag terletak pada arah serta tujuanya untuk sebanyak mungkin memenuhi bentuk yang diidam-idamkan masyarakat. Wewenang ada beberapa bentuk, sebagai beikut:
1.      Wewenang Kharismatis, Tradisional dan Rasional (Legal).
Perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional dan rasional (legal) dikemukakan oleh Max Weber. Pembedaan tersebut didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. Di dalam membicarakan ke tiga bentuk wewenang tadi Max Weber memperhatikan sifat dasar wewenag tersebut, karena itulah yang menentukan kedudukan penguasa yang mempunyai wewenang tersebut. Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri seseorang. Kemampuan khusus tadi melekat pada orang tersebut karena anugrah Tuhan Yang Maha Esa.
Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan pemujaan, karena mereka menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kekuasaan dan kemampuan manusia umumya. Wewenag kharismatik tidak diatur oleh kaidah-kaidah, baik yang tradisional maupun rasional. Sifatnya adalah cenderung irasional. Adakalanya kharisma dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang berubah dan mempunyai faham yang berbeda. Perubahan-perubahan mana seringkali tak dapat diikuti oleh orang yang mempunyai wewenang kharismatis tadi, sehingga dia tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat. Wewenang tradisional dapat dipantau oleh seseorang maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang trsebut dimililiki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Kelompok mana sudah lama sekali mempunyai kekuasaan di dalam suatu masarakat..

Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Sistem hukum di sini difahamkan sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta ditaati masyarakat, dan bahkan yang telah diperkuat oleh negara.
Didalam masyarakat yang demikratis sesuai dengan sistem hukumnya, maka orang yang memegang kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan terbatas. Gunanya adalah supaya orang-orang yang memegang kekuasaan tadi akan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Proses perubahan wewenang kharismatis menjadi kekuasaan dan wewenang yang tetap, tidak mustahil menimbulkan pertikaian-pertikaian. Bagi penganut wewenang kharismatis, kadang-kadang tidaklah mudah untuk melupakan kenyataan bahwa wewenang tersebut pernah melekat pada diri dan pribadinya. Akan tetapi hal ini bukanlah merupakan penghalang besar terutama pada masyarakat moderen, karena masyarakat umumnya rasional dan menghendaki suatu landasan hukum yang kuat pada wewenang yang berlaku di dalam masyarakat. Kesulitan-kesulitan mungkin akan dijumpai pada masyarakat-masyarakat bersahaja yang masih memelihara sistem kepercayaan.

2. Wewenang Resmi dan Tidak Resmi.
Di dalam setiap masyarakat akan dapat dijumpai aneka macam bentuk kelompok. Dalam kehidupan kelompok-kelompok tadi sering kali timbul masalah tentang derajat resmi suatu wewenang yang berlaku didalamnya. Sering kali wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut sebagai wewenang tidak resmi karena bersifat sepontan, situasional dan didasarkan pada factor saling mengenal. Wewenang tidak resmi biasanya timbul dalam hubungan-hubungan antar pribadi yang sifatnya situasional, dan sangat ditentukan oleh kepribadian para fihak.
Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam kelompok tadi, karena banyakknya anggota, biasanya hak serta anggota, kedudukan serta peranan, siapa-sipa yang menetapkan kebijaksanaan dan siapa yang melaksanakannya, dan seterusnya di tetapkan dengan tegas. Walau demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak resmi. Tidak semuanya dijalankan atas dasar peraturan-peraturan resmi yang sengaja dibentuk. Bahkan demi lancarnya perusahaan besar, misalnya kadangkala prosesesnya didasarkan pada kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi.


3.Wewenang Pribadi dan Teritorial.
Pembedaan antara wewenang pribadi dengan teritorial sebenarnya timbul dari sifat dan dasar kelompok-kelompok social tertentu. Kelompok-kelompok tersebut mungkin timbul karena factor ikatan darah, atau nungkin karena faktor ikatan tempat tinggal atau karena gabunga ke dua factor tersebut. Di Indonesia dikenal kelompok-kelompok atas ikatan darah, misalnya marga, belah, dan seterusnya. Sebaliknya dikenal pula nama desa, yang lebih didasarkan pada faktor territorial. Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara angota-angota kelompok, dan disini unsure kebersamaan sangt memegang peranan. Para individu dianggap banyak memiliki kewajiban ketimbang hak. Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari titik satu pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang dianggap mempunyai kekuasaan penuh di wilayah masing-masing.
 Apabila bentuk wewenang ini dihubungkan dengan ajaran Max Waber, maka wewenang pribadi lebih didasarkan pada tradisi dari pada peraturan-peraturan. Juga mungkin didasarkan pada kharismatis seseorang. Pada wewenang territorial, wilayah tempat tinggal memegang peranan yang sangat penting. Pada kelompok-kelompok territorial unsure kebersamaan cenderung berkurang, karena didasarkan factor-faktor individualisme. Hal ini tidaklah berarti bahwa kepentingan perorangan diakui dalam kerangka kepentingan bersama. Pada wewenang territorial ada kecenderungan untuk mengadakan sentralisasi wewenang yang memungkinkan hubungan langsung dengan para warga kelompok. Walaupun di sini dikemukakan antara perbedaan wewenang peribadi dan teritorial, namun di dalam kenyataannya ke dua bentuk wewenang tadi dapat saja hidup berdampingan.

4. Wewenang Terbatas dan Menyeluruh.
Suatu dimensi lain dari wewenang adalah perbedaaan antara wewenang terbatas denagan wewenang menyeluruh. Apabila dibicarakan tenatang wewenang terbatas, maka maksudnya adalah wewenang tidak mencakup semua sector atau bidang kehidupan. Akan tetapi akan terbatas pada salah satu sector atau bidang saja. Misalnya, seorang jaksa di Indonesia, mempunyai wewenang untuk atas nama negara dan mewakili masyarakat menuntut seorang warga masyarakat yang melakukan tindakan pidana. Namun jaksa tidak berwewenang mengadilinya.  Suatu wewenang menyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Suatu contoh adalah, misalnya, bahwa setiap negara mempunyai wewenang yang menyeluruh atau mutlak untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Jadi, apakah suatu wewenang bersifat terbatas atau menyeluruh, tergantung pada sudut penglihatan pada fihak-fihak yang ingin menyorotinya.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri pada masyarakat dengan adat-istiadat dan pola-pola perilakunya. Pada umumnya garis tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada sehingga menimbulkan lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan. Wewenang dapat kita artikan sebagai hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu sedangkan Kekuasaan adalah kemampuan  untuk menggunakan  pengaruh  pada  orang  lain;  artinya kemampuan  untuk mengubah  sikap  atau  tingkah  laku  individu  atau  kelompok  Perbedaan ada pada kata hak dan kemampuan,jika dalam wewenang kita dapat menggunakan hak kita untuk memerintah dan mengatur orang lain sedangkan dalam kekuasaan ,kita memang memiliki kemampuan untuk mengatur atau memerintah orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
·         Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, Rosdakarya: Bandung. 1996
·         Soekanto, kukuasaan dan Wewenang, : Jakarta 1990.)
·         Selo Soemardjan da Soemardi: Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Eonomi Universitas Indonesia.
·         Engkoswara, Administrasi Pendidikan.. Alfabeta: Bandung.  2010
·        sitiazizah.lecture.ub.ac.id dikutip tanggal  01/05/2015
·        viyan.staff.gunadarma.ac.id dikutip tanggal  01/05/2015
·        kuliah.esaunggul.ac.id dikutip  tanggal  01/05/2015




Tidak ada komentar: