KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji kita panjatkan
kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan kekuatan kepada kami untuk dapat
menyelesaikan halaman demi halaman makalah ini. Shalawat dan salam tercurah
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai sang motivator dan inspirator
terhebat sepanjang zaman.
Kami sangat sadar bahwa setiap pencapaian adalah
buah dari kerja dan sokongan banyak pihak yang begitu luar biasa, oleh
karenanya tanpa mempermasalahkan hierarkinya, maka Kami ingin sekali menyampaikan ucapanterima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memiliki andil
terhadap pembuatan makalah ini baik bantuan moriil maupun materiil.
Semoga
makalah yang kami beri judul “Kekuasaan
dan Wewenang dalam Organisasi” ini dapat menjadi suatu kontribusi positif
dan konstruktif bagi para pembaca, serta diharapkan dapat menambah cakrawala
berfikir kita dan tentunya dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis
khususnya.
Makassar,
2 Mei 2015
Salam
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................ 2
DAFTAR
ISI.............................................................................................. 3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.............................................................................. 4
B. Rumusan
Masalah......................................................................... 5
C. Tujuan
Penulisan........................................................................... 5
BAB II. PEMBAHASAN
A. Defenisi kekuasaan dan wewenang............................................ 6
B. Kekuasaan
....................................................................................... 8
C.
Wewenang ............................................................................................... 13
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 16
DAFTAR FUSTAKA.............................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam setiap hubungan antara manusia maupun antara kelompok sosial
selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan wewenang. kekuasaan, yang
diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain menurut kehendak yang
ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang
kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memenuhi (agar
yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan fihak-fihak
lainnya.
Max Weber mengatakan, kekuasaan adalah seseorang atau kelompok
orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan
sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang
atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan mempunyai aneka macam bentuk, dan
bermacam-macam sumber. Hak milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber
kekuasaan. Birokrasi juga merupakan salah satu sumber kekuasaan, di samping
kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun atas
dasar peraturan-peraturan hukum yang tertentu. Jadi kekuasaan terdapat
dimana-mana, dalam hubunga sosial maupun di dalam organisasi-organisasi sosial.
Tetapi biasanya kekuasaan tertinggi berada pada organisasi yang dinamakan
“negara”.
Secara formal Negara mempunyai hak untuk melaksanakan kekuasaan
tertinggi, kalau perlu dengan paksaan. Juga negaralah yang membagi-bagikan
kekuasaan yang lebih rendah derajatnya. Itulah yang dinamakan kedaulatan
(sovereginity). Kedaulatan biasanya dijalankan oleh segolongan kecil masyarakat
yang dinamakan diri the rulig class, pasti ada yang menjadi pimpinannya.
Meskipun menurut hukum, dia tidak merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi.
Misalnya pada Negara-negara yang berbentuk kerajaan, sering terlihat kenyataan
bahwa seorang Perdana Menteri mempunyai kekuasaan yang lebih besar dari Raja
dalam menjalankan kedaulatan negara. Gejala lain yang tampak juga adalah
perasaan tidak puas (yaitu merasa yang diprintah) mempunyai pengaruh terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dijalankan oleh the ruling class. Golongan
yang berkuasa tidak mungkin bertahan terus tanpa didukung didukung oleh
masyarakat. Karena itu golongan tersebut senantiasa berusaha untuk membenarkan
kekuasaannya terhadap masyarakat, dengan maksud agar kekuasaannya dapat
diterima masyarakat sebagai kekuasaan yang legal dan baik untuk masyarakat yang
bersangkutan.
Usaha-usaha golongan yang memegang kekuasaan seperti diterangkan
Mosca, di dalam masyarakat-masyarakat yang baru saja bebas dari penjajahan dan
mendapatkan kemerdekaan politik, mengalami kesulitan-kesulitan. Sebab pokok
kesulitan-kesulitan tersebut terletak pada perbedaan alam fikiran antar
golongan yang berkuasa (yang secara relatif maju) dan alam fikiran antara
golongan yang dikuasai yang masih tradisional dan kurang luas pengetahuannya.
Oleh sebab itu, golongan yang berkuasa harus berusaha untuk
menanamkan kekuasaannya dengan jalan menghubungkan dengan kepercayaan dan
perasaan-perasaan yang kuat di dalam masyarakat yang bersangkutan, yang pada
dasarnya terwujud dalam nilai dan norma.
Dilihat secara umum makna dari kekuasaan dan wewenang hampir sama ,
dan yang membedakan hanya pada bentuknya. Wewenang legal atas dasar
peraturan-peraturan formal (hukum) yang dimiliki seseorang, dapat memberikan
kekuasaan pada seseorang untuk mempengaruhi pihak lain sesuai dengan hak dan
kewajibannya sesuai dengan ketetapan dalam peraturan. . George
R.Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk
memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan
wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan
dan grup.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaiama
perbedaan secara jelas antara kekuasaan dan weweang ?
2. bagaimana
pembagian dan jenis kekuasaan?
3. Bagaimana pembagian dan jenis
wewenang?
C.
Tujuan
Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat diketahui bahwa tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1.
Mengetahui
perbedaan antara kekuasaan dan wewenang.
2.
Mengetahui
pembagian dan jenis kekuasaan.
3.
Mengetahui
pembagian dan jenis wewenang.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
kekuasaan dan wewenang
Kekuasaan dan wewenang ,terkadang banyak dari kita yang sulit untuk
membedakan atau kita menyamakan keduanya dengan arti yang tidak jauh berbeda
dan tidak memiliki banyak perbedaan, namun sebenarnya antara Kekuasaan Dan
wewenang memilki pengertian yang jauh berbeda walaupun ada sedikit
persamaan,oleh karena itu kita akan membahas satu persatu arti dari keduanya.
Menurut Ossip K. Flechtheim, Kekuasaan sosial adalah keseluruhan
dari kemampuan, hubungan – hubungan dan proses – proses yang menghasilkan
ketaatan dari pihak lain untuk tujuan –
tujuan yang ditetapkan pemegang kekuasaan. Dan Robert M. MacIver mengemukakan bahwa Kekuasaan sosial adalah
kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung
dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan
mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia.Sedangkan Max Weber mengemukakan bahwa kekuasaan itu
dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor didalam
suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan
keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa,
sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang
yang mempunyai kekuasaan itu.
Ketika membahas wewenang kita pasti akan bertemu dengan dengan dua
jenis pandangan terhadap kekuasaan yaitu
Pandangan klasik (classical view) dan Pandangan penerimaan (acceptance
view). Menurut Louis A. Allen dalam bukunya, Management and Organization,
Wewenang adalah jumlah kekuasaan (powers) dan hak (rights) yang didelegasikan
pada suatu jabatan. Dan Menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam bukunya,
The Principles of Management : Authority adalah suatu hak untuk memerintah /
bertindak. Sedangkan Menurut G. R. Terry
: Wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak
lain supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu.
Jadi, Wewenang dapat kita artikan sebagai hak untuk melakukan
sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
agar mencapai tujuan tertentu sedangkan Kekuasaan adalah kemampuan untuk
menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya
kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah
laku individu atau kelompok
Perbedaan ada pada kata hak dan kemampuan,jika dalam wewenang kita
dapat menggunakan hak kita untuk memerintah dan mengatur orang lain sedangkan
dalam kekuasaan ,kita memang memiliki kemampuan untuk mengatur atau memerintah
orang lain.
Kekuasaan mempunyai peranan
yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan
(power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan.
Sesuai dengan sifatnya sebagai ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Tidak memandang
kekuasaan sebagai sesuatu yang baik atau yang buruk. Sosiologi mengakui
kekuasaan sebagai unsur yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat.
Penilaian baik atau buruk senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk
mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat.
Karena kekuasaan sendiri mempunyai sifat yang netral, maka menilai baik atau
buruknya harus dililhat pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat. Kekuasaan
senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja, maupun
yang sudah besar atau rumit susunannya.
Tetapi walaupun selalu ada
kekuasaan tidak dapat dibagi rata pada semua anggota masyarakat. Justru karena
pembagian yang tidak merata tadi timbul makna yang pokok dari kekuasaan yaitu
kemampuan untuk mempengaruhu fihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang
kekuasaan.
Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara fihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu, rela atau karena terpaksa. Apabila kekuasaan dijelmakan pada diri seseorang, biasanya orang itu dinamakan pemimpin dan mereka yang menerima pengauruhnya adalah pengikut. Beda antara kekuasaan dan wewenag (authority atau legalized power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau pendapat pengakuan dari masyarakat. Karena memerlukan pengakuan masyarakat, maka di dalam suatu masyarakat yang sudah kkompleks susunannya serta sudah mengenal pembagian kerja yang terperinci, wewenang biasanya terbatas pada hal-hal yang diliputinya, waktunya dan cara menggunakan kekusaan itu pengertian wewenang timbul pada waktu masyarakat mulai mengatur pembagian kekuasaan dan menentukan pembagiannya. Tetapi tidak ada masyarakatpun dalam sejarah manusia, yang berhasil dengan sadar mengatur setiap macam kekuasaan yang ada di dalam masyrakat itu menjadi wewenang. Kecuali itu tidak mungkin setiap macam kekuasaan yang ada, diragukan dalam suatu peraturan dan hal itu juga sebenarnya tidak akan menguntungkan bagi masyarakat. Apabila setiap macam kekuasaan menjadi wewenang maka susunan kekkuatan masyarakat itu menjadi kaku. Karena tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan yang senantiasa terjadi di dalam masyarakat.
Adanya wewenag hanya dapat menjadi efektif apabila didukung dengan kekuasaan yang nyata. Akan tetapi acap kali terjadi bahwa letaknya wewenang yang diakui oleh masyarakat dan letaknya kekuasaan yang nyata, tidak di satu tempat atau tidak berada di satu tangan. Di dalam masyarakat yang kecil dan yang susunannya bersahaja, pada umumnya kekuasaan yang dipegang oleh seseorang atau kelompok orang meliputi bermacam bidang.
Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara fihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu, rela atau karena terpaksa. Apabila kekuasaan dijelmakan pada diri seseorang, biasanya orang itu dinamakan pemimpin dan mereka yang menerima pengauruhnya adalah pengikut. Beda antara kekuasaan dan wewenag (authority atau legalized power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau pendapat pengakuan dari masyarakat. Karena memerlukan pengakuan masyarakat, maka di dalam suatu masyarakat yang sudah kkompleks susunannya serta sudah mengenal pembagian kerja yang terperinci, wewenang biasanya terbatas pada hal-hal yang diliputinya, waktunya dan cara menggunakan kekusaan itu pengertian wewenang timbul pada waktu masyarakat mulai mengatur pembagian kekuasaan dan menentukan pembagiannya. Tetapi tidak ada masyarakatpun dalam sejarah manusia, yang berhasil dengan sadar mengatur setiap macam kekuasaan yang ada di dalam masyrakat itu menjadi wewenang. Kecuali itu tidak mungkin setiap macam kekuasaan yang ada, diragukan dalam suatu peraturan dan hal itu juga sebenarnya tidak akan menguntungkan bagi masyarakat. Apabila setiap macam kekuasaan menjadi wewenang maka susunan kekkuatan masyarakat itu menjadi kaku. Karena tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan yang senantiasa terjadi di dalam masyarakat.
Adanya wewenag hanya dapat menjadi efektif apabila didukung dengan kekuasaan yang nyata. Akan tetapi acap kali terjadi bahwa letaknya wewenang yang diakui oleh masyarakat dan letaknya kekuasaan yang nyata, tidak di satu tempat atau tidak berada di satu tangan. Di dalam masyarakat yang kecil dan yang susunannya bersahaja, pada umumnya kekuasaan yang dipegang oleh seseorang atau kelompok orang meliputi bermacam bidang.
Kekuasaan itu lambat laun diidentifikasikan dengan orang yang
memegannya. Contoh yang demikian itu dalam Masyarakat Indonesia terdapat pada
masyarakat-masyarakat hukum adat (misalnya desa), yang terpencil letaknya di
mana semua kekuasaan pemerintahan, ekonomi dan sosial dipercayakan kepada para
msyarakat hukum adat tersebut untuk seumur hidup. Karena luasnya kekuasaan dan
besarnya kepercayaan kepada para kepala masyarakt hukum adat tersebut untuk
seumur hidup.
Sebaliknya di dalam masyarakat yang besar dan rumit, di mana terlihat berbagai sifat dan tujuan hidup golongan yang berbeda-beda dan kepentingan yang tidak selalu sama satu dengan lainnya, maka kekuasaan biasanya terbagi pada beberapa golongan.
Sebaliknya di dalam masyarakat yang besar dan rumit, di mana terlihat berbagai sifat dan tujuan hidup golongan yang berbeda-beda dan kepentingan yang tidak selalu sama satu dengan lainnya, maka kekuasaan biasanya terbagi pada beberapa golongan.
Karena itu terdapat perbedaan pemisahan secara teoritis dan nyata
dari kekuasaan politik, militer, ekonomi, agama dan seterusnya. Kekuasan yang terbagi
itu nampak dengan jelas di dalam masyarakat yang menganut dan melaksankan
demokrasi secara luas. Meskipun ada penguasa pemerintah otokratis yang hendak
memusatkan kekuasaan semua bidang dalam satu tangan secara mutlak, namun di
dalam masyarakat yang kompleks usaha yang demikian tidak mungkin terlaksana
sepenuhya. Yang mungkin adalah pemusatan sebagian. Sedang kekuasaan nyata
lainnya tetap dipegang oleh golongan-golongan masyarakat yang dalam proses
perkembangan masyarakat secara khusus telah malatih diri untuk memegang
kekuasaan.
B.
Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa,
sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang
yang mempunyai kekuasaan itu. Arti dari
kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh
pada orang lain; artinya kemampuan untuk mengubah
sikap atau tingkah laku individu atau
kelompok. Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi
individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak
sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan
atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam
organisasi.
Secara
umum ada dua bentuk kekuasaan:
1. Kekuasaan pribadi, kekuasaan yang
didapat dari para pengikut dan didasarkan pada
seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2. Kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal
organisasi.Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu.
Kekuasaan sangat melekat dengan adanya sebuah kewenangan, semua
organisasi baik itu organisasi politik maupun organisasi pendidikan memiliki
sifat kekuasaan dan kewenangan. Contoh konkret dalam tataran organisasi
pendidikan dapat terlihat dari pemilihan seorang Rektor di Perguruan Tinggi
Negeri. Seorang Rektor dipilih oleh beberapa aspek yaitu banyaknya suara dan
dukungan yang ia dapat dari intern kampus yaitu yang diwakilkan oleh Wali
Amanat dan faktor luar kampus yaitu suara dukungan dari seorang Menteri
Pendidikan Nasional. Jika seseorang ingin menjadi seorang Rektor di Perguruan
Tinggi Negeri maka ia harus memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar
dalam mencari dukungan dari Wali Amanat. Namun power besar sekalipun yang dimiliki
seorang calon Rektor di dalam sebuah Perguruan Tinggi Negeri tidaklah cukup
untuk menjadi seorang Rektor karena suara lainnya ditentukan oleh suara dari
seorang Menteri Pendidikan Nasional.
Sumber kekuasaan terdiri dari
1. Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan
yang timbul karena karisma, karakteristik individu, keteladanan atau
kepribadian yang menarik.
Contoh : Kekuasaan rujukan dapat terlihat dari seorang
Presiden Soekarno. Soekarno memiliki power dan kharisma yang sangat besar yang
menjadikannya seseorang yang penting pada zaman kemerdekaan dulu. Kharisma
seorang Soekarno dapat terlihat ketika ia berpidato, saat ia berpidato tidak
ada rakyat Indonesia yang berani berbicara dan semua orang tunduk mendengarkan
pidatonya yang sangat berapi-api dan membakar semangat kemerdekaan saat itu.
Tak hanya didalam negeri kharisma seorang seorang Soekarno terlihat, hal ini
terbukti dengan banyaknya jalan raya yang diabadikan menggunakan namanya
seperti di negera Mesir. Beberapa Presiden Negara besar seperti Amerika, Rusia
dan beberapa Negara Arab pun sangat menghormati kharisma dan kekuasaan serta
kewenangan seorang Soekarno presiden pertama Indonesia.
2. Expert Power (kekuasaan kepakaran), yakni kekuasaan
yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang
tertentu, sehingga menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin
mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal.
Contoh : Kekuasaan kepakaran dapat terlihat dari seorang
dokter di sebuah rumah sakit. Seorang dokter dapat bekerja di rumah sakit
memerlukan proses yang panjang yaitu dengan lamanya pendidikan yang ia tempuh
di Perguruan Tinggi dan beberapa praktek lapangan yang telah ia lakukan,
Seorang dokter bekerja tidak hanya sendiri namun dibantu oleh beberapa asisten
dokter dan suster yang memiliki kemampuan yang berbeda dan dibawah kemampuan
dokter ahlinya. Asisten dan suster yang membantu dokter tersebut sangat
menghormati dan mematuhi perintah dokter tersebut karena ia meyakini bahwa dokter
tersebut memiliki kemampuan dan ilmu yang lebih dibandingkan dirinya. Hal ini
membuktikan bahwa keahlian, kemampuan dan keilmuan yang dimiliki seorang dokter
ahli mampu membuat seorang asisten dokter dan suster menjadin patuh dan tunduk
terhadap setiap perintah dokter tersebut.
3. Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang
dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi
atau lembaga.
Contoh : Kekuasaan sah dapat terlihat dari kekuasaan dan
kewenangan seorang kepala sekolah di suatu sekolah. Jabatan sebagai kepala
sekolah didapat oleh seseorang berdasarkan kemampuan dan usaha yang
dilakukannya. Kepala sekolah merupakan jabatan tertinggi dalam sebuah sekolah
yang membawahi bawahan seperti guru dan tenaga kependidikan. Segala peraturan
dan kewenangan yang dimiliki dan dikeluarkan oleh kepala sekolah menjadi suatu
aturan yang harus dipatuhi tanpa terkecuali oleh semua pegawai di sekolah
tersebut. Hal ini membuktikan bahwa jabatan seseorang disebuah organisasi mempengaruhi
dan membuat patuh orang-orang yang bersentuhan dengan kebijakan dari orang yang
memiliki jabatan tersebut.
4. Reward Power (kekuasaan penghargaan), adalah kekuasaan
untuk memberi keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tipe
kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau
imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.
Contoh : Kekuasaan pernghargaan dapat terlihat dari sebuah
kebijakan sertifikasi guru. Seorang guru yang telah tersertifikasi maka dapat
memperbaiki kualitas ekonomi yang dimilikinya karena dengan didapatkannya
sertifikasi tersebut maka gaji dan tunjangan yang dapatkannya akan meningkat
dan bertambah. Kebijakan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah adalah untuk
meningkatkan kinerja dan produktifitas guru disekolah. Pemerintah mengharapkan
dengan ditingkatkannya gaji dan tunjangan bagi guru yang tersertifikasi maka
akan sebanding dengan produktifitas para guru dalam bekerja. Hal ini
membuktikan bahwa penghargaan (sertifikasi) yang didapatkan oleh seorang guru
dapat berakibat positif terhadap peningkatan kinerja seseorang dalam bekerja.
5. Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang
didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan
pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya,
akan ada efek negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak adalah yang bisa
menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif
kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang, ataupun
faktor-faktor subyektif lainnya.
Contoh : Kekuasaan paksaan dapat terlihat dari contoh perilaku
pengawasan yang dilakukan oleh seorang pengawas sekolah kepada kepala sekolah
dan guru. Pengawasan yang dilakukan meliputi beberapa aspek mulai dari kinerja
hingga perilaku yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam memimpin sekolah dan
perilaku guru dalam mengajar dikelas. Jika dalam aktivitas pengawasan itu
terlihat hal yang negatif atau buruk yang dilakukan oleh pegawai disekolah maka
laporan tersebut dapat mempengaruhi jabatan yang telah dimiliki dan berbagai
hukuman mulai dari pengurangan hak gaji atau tunjangan, penurunan jabatan dan
mutasi tempat kerja hingga pemecatan jabatan jika pelanggaran yang dilakukannya
itu sangat berat dan melanggar hukum. Hal diatas menggambarkan jika hukuman
dari suatu kebijakan akan memaksa seseorang untuk tunduk dan patuh terhadap
peraturan dan memaksa pegawai tersebut agar tidak melakukan hal yang negatif
dan melanggar hukum serta agar meningkatkan produktifitasnya dalam bekerja.
6. Information Power (kekuasaan informasi), yaitu kekuasaan
yang diperoleh seseorang dengan memegang informasi penting yang dimiliki oleh
orang yang kita kuasai.
Contoh : Tak dapat dipungkiri jika sebuah informasi
merupakan hal yang penting dalam kehidupan organisasi. Apalagi informasi itu
dapat memperkuat kekuasaan seseorang disuatu organisasi atau kelompok. Sebuah
informasi dapat memperkuat kekuasaan dapat digambarkan ketika seseorang yang
memiliki jabatan di sebuah organisasi dan ia mengetahui rivalnya melakukan
suatu kesalahan atau tindakan hukum dan dapat dijerat hukuman jika diketahui
oleh orang lain, maka informasi penting tersebut dapat kita gunakan untuk
menjinakkan kekuasaan rival kita di organisasi atau kelompok lain. Contoh lain
dari kekuasaan informasi adalah seorang gubernur yang memiliki kekuasaan dan
kewenangan sangat besar di suatu provinsi bisa terjatuh dari kursi jabatannya
jika seseorang atau lembaga seperti KPK memiliki informasi atau berkas bukti
korupsi Gubernur tersebut. Hal diatas menggambarkan bahwa informasi menjadi hal
yang penting dalam penentu kekuasaan dan kewenangan seseorang disuatu lembaga
atau organisasi.
7. Connection Power (kekuasaan hubungan), yaitu kekuasaan
yang diperoleh seseorang berdasarkan hubungan kekerabatan atau relasi.
Contoh : Dalam menjaga jabatan yang dimilikinya seorang
pemimpin pemerintahan misalnya Gubernur akan memilih bawahannya seperti
sekretaris, kepala dinas, kepala kasi dan pemimpin di beberapa kantornya
berdasarkan hubungan kekerabatan baik itu hubungan keluarga, kolegial dan
hubungan politik yang tentunya satu tujuan dan tidak akan bersikap kontra atau
oposisi terhadap Gubernur tersebut. Hal ini dilakukan agar setiap kebijakan
yang dikeluarkan oleh Gubernur tersebut akan disetujui dan hal ini dilakukan
guna menjaga jabatannya di Pemerintahan tersebut agar bertahan lebih lama
karena dengan banyaknya orang-orang yang kontra dan oposisi maka akan
menghambat dan dapat berpengaruh negatif terhadap keberadaan pemimpin di sebuah
organisasi pemerintahan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa hubungan keluarga,
kolegial dan hubungan politik dapat mempengaruhi seseorang dalam memperoleh
jabatan disuatu organisasi.
Kekuasaan yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antara manusia
maupun antar kelompok mempunyai beberapa unsur pokok yaitu:
1.Rasa takut. Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan
penguasa, misalnya) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan
tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negatif,
karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa. Orang yang
mempunyai rasa takut akan berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan orang yang
ditakutinya, agar terhindar dari kesukaran-kesukaran yang akan menimpa dirinya,
seandainya dia tidak patuh. Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan
meniru tindakan-tindakan orang yang ditakutinya. Gejala ini yang dinamakan
marched dependent behavior. Gejala tak mempunyai tujuan kongkrit bagi yang
melakukannya. Rasa takut merupakan gejala universal yang terdapat di mana-mana
dan biasanya dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat yang mempunyai
pemerintahan otoriter.
2.Rasa cinta. Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada
umumunya positif. Orang-orang lain bertindak sesuai dengan kehendak fihak yang
berkuasa, untuk menyenagkan semua fihak. Artinya ada titik-titik penemuan
antara fihak-fihak yang bersangkutan. Rasa cinta biasanya telah mendarah daging
(internalized) dalam diri seseorang atau sekelompok orang.
3. Kepercayaan. Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan
langsung anatar dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B
sebagai orang yang dikuasai mengadakan hubungan langsung dengan A sebagai
pemegang kekuasaan. B percaya sepenuhnya kepada A, kalau A akan selalu
bertindak dan berlaku baik. Dengan demikian maka setiap keinginan A akan selalu
dilaksanakan oleh B. Kemungkinan sekali bahwa B sama sekali tidak mengetahui
kegunaan tindakan-tindakannya itu. Akan tetapi, karena dia telah menaruh
kepercayaan kepada si A, maka maka dia akan berbuat hal-hal yang sesuai dengan
kemauan A yang merupakan penguasa, agar A tambah mempercayai B. pada contoh
tersebut, hubungan yang terjadi bersifat pribadi, akan tetapi, mungkin saja
hubungan demikian akan berkembang di dalam suatu organisasi atau masayarakat
secara luas. Soal kepercayaan memang sangat penting demi kelanggengan suatu
kekuasaan.
4.Pemujaan Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh
orang-orang lain. Akan tetapi di dalam sistem pemujaan, seseorang atau
sekelompok orang-orang yang memegang kekuasaan, mempunyai dasar pemujaan dari
orang-orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan penguasa dibenarkan atau
setidak-tidaknya dianggap benar.
Ke empat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan
oleh penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan secara
langsung tanpa perantara. Apabila dilihat dalam masyarakat, maka kekuasaan di
dalam pelaksanaannya dijalankan melalui saluran-saluran tertentu.
C.
Wewenang
Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, maka wewenang juga dapat
dijumpai dimana-mana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan wewenang berada di
satu tangan. Dengan wewenag dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan
dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan
keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting dan untuk menyelesaikan
pertentangan-pertentanga.
Dengan lain perkataan, seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Tekanannya adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan. Dipandang dari sudut masyarakat, maka kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi wewenang. Wewenang hanya mengalami perubahan dalam bentuk. Menurut kenyataannya wewenag tadi tetap ada. Perkembangan suatu wewenag terletak pada arah serta tujuanya untuk sebanyak mungkin memenuhi bentuk yang diidam-idamkan masyarakat. Wewenang ada beberapa bentuk, sebagai beikut:
Dengan lain perkataan, seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Tekanannya adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan. Dipandang dari sudut masyarakat, maka kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi wewenang. Wewenang hanya mengalami perubahan dalam bentuk. Menurut kenyataannya wewenag tadi tetap ada. Perkembangan suatu wewenag terletak pada arah serta tujuanya untuk sebanyak mungkin memenuhi bentuk yang diidam-idamkan masyarakat. Wewenang ada beberapa bentuk, sebagai beikut:
1.
Wewenang
Kharismatis, Tradisional dan Rasional (Legal).
Perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional dan rasional
(legal) dikemukakan oleh Max Weber. Pembedaan tersebut didasarkan pada hubungan
antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. Di dalam membicarakan ke tiga
bentuk wewenang tadi Max Weber memperhatikan sifat dasar wewenag tersebut,
karena itulah yang menentukan kedudukan penguasa yang mempunyai wewenang tersebut.
Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu
suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri seseorang. Kemampuan
khusus tadi melekat pada orang tersebut karena anugrah Tuhan Yang Maha Esa.
Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut
atas dasar kepercayaan dan pemujaan, karena mereka menganggap bahwa sumber
kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kekuasaan dan kemampuan
manusia umumya. Wewenag kharismatik tidak diatur oleh kaidah-kaidah, baik yang
tradisional maupun rasional. Sifatnya adalah cenderung irasional. Adakalanya
kharisma dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang berubah dan mempunyai
faham yang berbeda. Perubahan-perubahan mana seringkali tak dapat diikuti oleh
orang yang mempunyai wewenang kharismatis tadi, sehingga dia tertinggal oleh
kemajuan dan perkembangan masyarakat. Wewenang tradisional dapat dipantau oleh
seseorang maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang trsebut
dimililiki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Kelompok mana sudah
lama sekali mempunyai kekuasaan di dalam suatu masarakat..
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada
sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Sistem hukum di sini difahamkan sebagai
kaidah-kaidah yang telah diakui serta ditaati masyarakat, dan bahkan yang telah
diperkuat oleh negara.
Didalam masyarakat yang demikratis sesuai dengan sistem hukumnya, maka orang yang memegang kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan terbatas. Gunanya adalah supaya orang-orang yang memegang kekuasaan tadi akan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Didalam masyarakat yang demikratis sesuai dengan sistem hukumnya, maka orang yang memegang kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan terbatas. Gunanya adalah supaya orang-orang yang memegang kekuasaan tadi akan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Proses perubahan wewenang kharismatis menjadi kekuasaan dan
wewenang yang tetap, tidak mustahil menimbulkan pertikaian-pertikaian. Bagi
penganut wewenang kharismatis, kadang-kadang tidaklah mudah untuk melupakan
kenyataan bahwa wewenang tersebut pernah melekat pada diri dan pribadinya. Akan
tetapi hal ini bukanlah merupakan penghalang besar terutama pada masyarakat
moderen, karena masyarakat umumnya rasional dan menghendaki suatu landasan
hukum yang kuat pada wewenang yang berlaku di dalam masyarakat.
Kesulitan-kesulitan mungkin akan dijumpai pada masyarakat-masyarakat bersahaja
yang masih memelihara sistem kepercayaan.
2. Wewenang Resmi dan Tidak Resmi.
2. Wewenang Resmi dan Tidak Resmi.
Di dalam setiap masyarakat akan dapat dijumpai aneka macam bentuk
kelompok. Dalam kehidupan kelompok-kelompok tadi sering kali timbul masalah
tentang derajat resmi suatu wewenang yang berlaku didalamnya. Sering kali
wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut sebagai wewenang
tidak resmi karena bersifat sepontan, situasional dan didasarkan pada factor
saling mengenal. Wewenang tidak resmi biasanya timbul dalam hubungan-hubungan
antar pribadi yang sifatnya situasional, dan sangat ditentukan oleh kepribadian
para fihak.
Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam kelompok tadi, karena banyakknya anggota, biasanya hak serta anggota, kedudukan serta peranan, siapa-sipa yang menetapkan kebijaksanaan dan siapa yang melaksanakannya, dan seterusnya di tetapkan dengan tegas. Walau demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak resmi. Tidak semuanya dijalankan atas dasar peraturan-peraturan resmi yang sengaja dibentuk. Bahkan demi lancarnya perusahaan besar, misalnya kadangkala prosesesnya didasarkan pada kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi.
Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam kelompok tadi, karena banyakknya anggota, biasanya hak serta anggota, kedudukan serta peranan, siapa-sipa yang menetapkan kebijaksanaan dan siapa yang melaksanakannya, dan seterusnya di tetapkan dengan tegas. Walau demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak resmi. Tidak semuanya dijalankan atas dasar peraturan-peraturan resmi yang sengaja dibentuk. Bahkan demi lancarnya perusahaan besar, misalnya kadangkala prosesesnya didasarkan pada kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi.
3.Wewenang Pribadi dan Teritorial.
Pembedaan antara wewenang pribadi dengan teritorial sebenarnya
timbul dari sifat dan dasar kelompok-kelompok social tertentu. Kelompok-kelompok
tersebut mungkin timbul karena factor ikatan darah, atau nungkin karena faktor
ikatan tempat tinggal atau karena gabunga ke dua factor tersebut. Di Indonesia
dikenal kelompok-kelompok atas ikatan darah, misalnya marga, belah, dan seterusnya.
Sebaliknya dikenal pula nama desa, yang lebih didasarkan pada faktor
territorial. Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara
angota-angota kelompok, dan disini unsure kebersamaan sangt memegang peranan.
Para individu dianggap banyak memiliki kewajiban ketimbang hak. Struktur
wewenang bersifat konsentris, yaitu dari titik satu pusat lalu meluas melalui
lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang dianggap
mempunyai kekuasaan penuh di wilayah masing-masing.
Apabila bentuk wewenang ini
dihubungkan dengan ajaran Max Waber, maka wewenang pribadi lebih didasarkan
pada tradisi dari pada peraturan-peraturan. Juga mungkin didasarkan pada
kharismatis seseorang. Pada wewenang territorial, wilayah tempat tinggal
memegang peranan yang sangat penting. Pada kelompok-kelompok territorial unsure
kebersamaan cenderung berkurang, karena didasarkan factor-faktor
individualisme. Hal ini tidaklah berarti bahwa kepentingan perorangan diakui
dalam kerangka kepentingan bersama. Pada wewenang territorial ada kecenderungan
untuk mengadakan sentralisasi wewenang yang memungkinkan hubungan langsung
dengan para warga kelompok. Walaupun di sini dikemukakan antara perbedaan
wewenang peribadi dan teritorial, namun di dalam kenyataannya ke dua bentuk wewenang
tadi dapat saja hidup berdampingan.
4. Wewenang Terbatas dan Menyeluruh.
Suatu dimensi lain dari wewenang adalah perbedaaan antara wewenang
terbatas denagan wewenang menyeluruh. Apabila dibicarakan tenatang wewenang
terbatas, maka maksudnya adalah wewenang tidak mencakup semua sector atau
bidang kehidupan. Akan tetapi akan terbatas pada salah satu sector atau bidang
saja. Misalnya, seorang jaksa di Indonesia, mempunyai wewenang untuk atas nama
negara dan mewakili masyarakat menuntut seorang warga masyarakat yang melakukan
tindakan pidana. Namun jaksa tidak berwewenang mengadilinya. Suatu wewenang menyeluruh berarti suatu
wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Suatu
contoh adalah, misalnya, bahwa setiap negara mempunyai wewenang yang menyeluruh
atau mutlak untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Jadi, apakah suatu
wewenang bersifat terbatas atau menyeluruh, tergantung pada sudut penglihatan
pada fihak-fihak yang ingin menyorotinya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri pada
masyarakat dengan adat-istiadat dan pola-pola perilakunya. Pada umumnya garis
tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada sehingga menimbulkan
lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan. Wewenang dapat kita artikan sebagai
hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu sedangkan Kekuasaan
adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada
orang lain; artinya kemampuan untuk mengubah
sikap atau tingkah laku individu atau
kelompok Perbedaan ada pada kata hak dan
kemampuan,jika dalam wewenang kita dapat menggunakan hak kita untuk memerintah
dan mengatur orang lain sedangkan dalam kekuasaan ,kita memang memiliki
kemampuan untuk mengatur atau memerintah orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
·
Miftah
Thoha, Perilaku Organisasi, Rosdakarya: Bandung. 1996
·
Soekanto,
kukuasaan dan Wewenang, : Jakarta 1990.)
·
Selo
Soemardjan da Soemardi: Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama, Yayasan Badan
Penerbit Fakultas Eonomi Universitas Indonesia.
·
Engkoswara, Administrasi
Pendidikan.. Alfabeta: Bandung. 2010
·
sitiazizah.lecture.ub.ac.id dikutip
tanggal 01/05/2015
·
viyan.staff.gunadarma.ac.id dikutip
tanggal 01/05/2015
·
kuliah.esaunggul.ac.id dikutip tanggal
01/05/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar