Minggu, 24 Mei 2015

ROKOK DAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

Setiap masyarakat atau bangsa pasti mempunyai pegangan moral yang menjadi landasan sikap, perilaku dan perbuatan mereka untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Dengan pegangan moral itu kita dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, benar dan salah serta mana yang dianggap ideal dan tidak ideal. Oleh karena itu dimana pun kita bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara peranan etika tidak mungkin dikesampingkan.
      Salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publik di Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dilihat sebagai elemen yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan publik. Padahal, dalam literatur tentang pelayanan publik dan administrasi publik, etika merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan kepuasan publik yang dilayani sekaligus keberhasilan organisasi di dalam melaksanakan pelayanan publik itu sendiri.
      Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh birokrasi, maka telah terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan publik, yang ditandai dengan adanya pergeseran paradigma dari rule government yang lebih menekankan pada aspek peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi paradigma good governance yang tidak hanya berfokus pada kehendak atau kemauan pemerintah semata, tetapi melibatkan seluruh komponen bangsa, baik birokrasinya itu sendiri, pihak swasta, dan masyarakat (publik) secara keseluruhan.
      Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki etika yang baik dalam menjalankan kewajibannya.
      Bukan berarti etika itu hanya untuk aparat pemerintahan, namun dalam sistem penerapannya sepatutnya para bitokrat yang lebih dahulu menerapkannya untuk memperlihatkan atau memberikan contoh kepada masyarakatnya.
      Melanggar undang-undang yang telah diberlakukan bukanlah hal yang sepele, apalah artinya undang-undang itu jika hanya untuk dilanggar, bukannya dapat menjadi penuntun dalam aktivitas melainkan hanya sebatas tugas sebagai pemerintah untuk membuat undang-undang lalu habislah perkara setelah itu. Inilah yang terjadi terhadap Peraturan Walikota Makassar Nomor 13 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang menyatakan ada banyak kawasan-kawasan yang dilarang untuk merokok serta ada pula sanksi-sanksi yang akan diberikan kepada siapa pun yang melanggar peraturan tersebut. Peraturan yang sudah berusia kurang lebih empat tahun ini terlihat tiada pengaruh apa-apa terhadap target groupnya, itu dilihat sampai saat ini belum ada yang pernah diberikan sanksi terhadap orang-orang yang melanggar, ataukah memang tiada satupun orang yang melakukan pelanggaran atas peraturan ini.

     Etika berasal dari bahasa Yunani etos, yang artinya kebiasaan atau watak. Secara epistimologis etika  dan moral memiliki kemiripan, namun sejalan dengan perkembangan ilmu dan kebiasaan dikalangan cendekiawan ada pergeseran arti. Etika cenderung dipandang sebagai suatu cabang ilmu dalam filsafat yang mempelajari nilai baik dan buruk manusia. Sedangkan moral adalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Etika merupakan seperangkat nilai sebagai pedoman, acuan, referensi, penuntun apa yang harus dilakukan dalam menjalankan tugasnya, tapi juga sekaligus berfungsi sebagai standar untuk menilai apakah sifat, perilaku, tindakan atau sepak terjangnya dalam menjalankan tugas dinilai baik atau buruk. Oleh karenanya, dalam etika terdapat sesuatu nilai yang dapat memberikan penilaian bahwa sesuatu tadi dikatakan baik atau buruk.
   Pemikiran tentang etika berlangsung pada tiga aras: (1) filosofik, (2) sejarah, dan (3) kategorial. Pada aras filosofik, etika dibahas sebagai bagian integral filsafat, disamping metafisika, epistemologi, estetika, dan sebangsanya. Pada aras sejarah, etika dipelajari sebagai etika masyarakat tertentu pada zaman tertentu, misalnya Greek and Graeco-Roman Ethics, Mediaeval Ethics, sedangkan etika pada aras kategorial dibahas sebagai etika profesi, etika jabatan, dan etika kerja. Sebagai bagian etika, Etika pemerintahan terletak pada aras kategorial, sedangkan sebagai bagian Ilmu Pemerintahan, pada arasphilosophical.
Menurut Aristoteles:, Pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang  berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in huma nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Ada 3 prinsip yang harus dipegang agar sebuah Administrasi dapat dikatakan baik yakni:
1.      Prinsip Pelayanan kepada Masyarakat
Prinsip utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat  mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, dari sini dapat dipahami bahwa pemerintah ada memang untuk memberi pelayanan kepada masyarakat.
2.      Prinsip Keadilan Sosial dan Pemerataan
Prinsip ini berhubungan dengan distribusi pelayanan yang harus sesuai, tidak “pilih kasih” dan  relatif merata di seluruh wilayah sebuah negara/ pemerintahan.
3.      Mengusahakan Kesejahteraan Umum
Maksudnya adalah setiap pejabat pemerintah harus memiliki komitmen dan untuk peningkatan kesejahteraan dan bukan semata mata karena diberi amanat atau dibayar oleh negara melainkan karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga negara pada umumnya.
Dari sini dapat diketahui bahwa lingkup Etika Administrasi Negara adalah pada penentuan nilai dalam proses administrasi. Kedudukan etika administrasi negara berada diantara etika profesi dan etika politik sehingga tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat publik.
Etika adminisrtasi negara merupakan salah satu wujud control terhadap administrasi Negara dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Jika administrasi Negara menginginkan sikap, tindakan dan prilakunya dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara. Etika administrasi Negara disamping digunakan sebagai pedoman, acuan, dan referensi administrasi Negara dapat pula digunakan sebagai standar untuk menilai apakah sikap, prilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk. 
Etika sebagai penentu keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan berbangsa. Khususnya Etika Politik dan Pemerintah. Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat; menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang; serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan mengamanatkan agar para pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya merasa telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan Negara.
Sebaliknya, saat etika administrasi negara tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka tercipta suatu ketidakseimbangan yang berujung pada masalah-masalah kompleks yang sulit diselesaikan di Indonesia. Karena pada saat ini, dimana seharusnya Indonesia yang menganut sistem demokrasi dapat lebih baik dengan perspektif dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat ternyata harus terpuruk karena pada kenyataannya, hampir semua pejabat politik dan pemerintah hanya memikirkan kepentingan diri pribadi dan kelompoknya. Adanya ‘budaya’ korupsi yang telah sejak lama menodai penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia menunjukkan bahwa etika administrasi negara telah sangat dilanggar oleh para penyelenggara negara. Ketika etika untuk mengambil tindakan yang berhubungan langsung dengan kegiatan negara dilanggar inilah maka dapat dipastikan etika politik dan pemerintah sama sekali tidak diperhatikan.
Dengan melihat semua fakta itulah, perlu adanya kesadaran bagi seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya etika administrasi negara yang mendasari baik buruknya suatu penyelenggaraan negara, dan kemudian etika administrasi negara tersebut sangat menentukan bagaimana etika kehidupan berbangsa, khususnya etika politik dan pemerintah.
A.    PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
Peraturan walikota Makassar nomor 13 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) mencakup:
a.       Tentang tujuan dan prinsip peraturan walikota ini dimuat pada Pasal 2 dan 3, yaitu berbunyi:
Pasal 2:
Penetapan Kawasan Tanpa Rokok bertujuan untuk:
a.       memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau perokok pasif;
b.       memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat;
c.       melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik yang langsung maupun tidak langsung;
d.      menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, bebas dari asap rokok.
e.       memenuhi rasa aman/nyaman pada orang lain;
f.       meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; dan
g.      menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.
Pasal 3:
Prinsip penerapan Kawasan Tanpa Rokok adalah:
a.       100% kawasan tanpa rokok;
b.      tidak ada ruang merokok di tempat umum/tempat kerja tertutup;
c.       pemaparan asap rokok pada orang lain melalui kegiatan merokok, atau tindakan mengijinkan dan/atau membiarkan orang merokokdi Kawasan Tanpa Rokok adalah bertentangan dengan hukum.
Tentang kawasan tanpa rokok yang dimaksud dimuat dalam Pasal 4, yaitu berbunyi:
Kawasan Tanpa Rokok meliputi:
a.       Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
b.      Tempat Proses Belajar Mengajar;
c.       Tempat Anak Bermain;
d.      Tempat Ibadah;
e.       Fasilitas Olahraga;
f.       Angkutan Umum;
g.      Tempat Kerja; dan
h.      Tempat Umum.

Tanda pelarangan merokok dan tata cara pemasangannya dimuat pada Pasal 10, yaitu:
1)      Tanda peringatan larangan merokok harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.       Ukuran : lebih dari atau sama dengan 20 x 30 cm;
b.      Warna : mencolok sehingga mudah dilihat;
c.       Materi :
1.      terdapat tulisan ”KAWASAN TANPA ROKOK”.
2.      terdapat gambar/simbol rokok menyala dicoret di dalam lingkaran berwarna merah;
3.      mencantumkan sanksi bagi si pelanggar serta dasar hukumnya;
2)      Tanda/petunjuk/peringatan larangan merokok harus dipasang pada tempat yang strategis, mudah dilihat dan jumlahnya disesuaikan dengan luas ruangan.
3)      Ukuran, warna, dan materi tanda peringatan larangan merokok adalah sebagaimana terdapat pada Lampiran I Peraturan Walikota ini.




Suatu peraturan tidak ada apa-apanya tanpa diimplementasikan, dan dalam pengimplementasiannya diperlukan ada pula pengendali yaitu sanksi yang harus diberikan kepada orang yang melanggar atas peraturan tersebut. Tentang sanksi yang akan diberikan kepada pelanggar peraturan walikota Makassar tentang kawasan tanpa  rokok, dimuat pada Pasal 15, yaitu:
1.      Pimpinan atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dapat dikenakan sanksi berupa:
a.       Peringatan Tertulis;
b.      Penghentian Sementara Kegiatan; dan/atau
c.       Pencabutan Izin
2.      Tata cara pemberian Sanksi Administratif di Kawasan Tanpa Rokok:
a.       Walikota dan/atau Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait memberikan peringatan tertulis kepada Pimpinan atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok
b.      apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak peringatan tertulis diberikan, pimpinan atau penanggungjawab Kawasan Tanpa Rokok belum memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam peringatan tertulis, maka kepada pimpinan/penanggungjawab kawasan dimaksud diberikan sanksi berupa pencabutan izin.

3.      Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan oleh Walikota atau Pejabat yang berwenang.
A.    ETIKA BAGI PEROKOK DAN KEBEBASAN INDIVIDU
Merokok merupakan hak pribadi seseorang. Namun, sebaliknya menghirup udara bersih, bebas asap rokok juga merupakan hak asasi bukan perokok. Selain itu hal ini memang dilematis, disatu pihak menyangkut soal kesehatan, namun di pihak lain akan menentukan nasib tenaga kerja di industri rokok.
Kebiasaan atau tatakrama merokok belum sepenuhnya disadari oleh sebaagian besar masyarakat Makassar. Di beberapa negara maju, seperti Eropa, Amerika, Australia dan Singapura, telah diberlakukan aturan tidak merokok di tempat umum, di arena olahraga, dan di tempat rekreasi. Peraturan ini ditaati secara konsekuen. Keperdulian terhadap hak asasi bukan perokok sudah menjadi tatanan kehidupan sehari-hari, tanpa harus menghakimi orang yang saat itu memilih untuk merokok.
Maka yang perlu ditumbuhkankembangkaan dalam masyarakat adalah kesadaran dan etika sosial dengan tidak merokok sembarangan. Dengan tetap menghargai hak asasi para perokok diharapkan tetap membudayakan tatakrama atau etika merokok untuk menghargai hak asasi para bukan perokok.
Kebebasan manusia tidak tak terbatas. Namun bisa terbatas atau dibatasi oleh kondisi. Seorang tidak dapat bebas berekspresi disebabkan kondisi tinggal di Negara dengan sistem otoriter, Secara individu  orang tersebut tetap memiliki kebebasan eksistensil, namun untuk mewujudkan keinginan berorganisasi ataupun mengeluarkan pendapat tidak dapat dilaksanakan. Ini tentu berbeda dengan pembatasan perilaku yang dibuat secara bersama-sama untuk kebutuhan dan kebaikan bersama  yaitu melalui peraturan perundangan, peraturan adat dan ajaran agama yang merupakan ekspresi kebebasan sosial.
Tindakan etis/moral manusia merupakan pengejawantahan kebebasan sejati. Kebebasan yang terberi, kebebas moral universal. Kebebasan yang merupakan kemampuan manusia menerima perintah suara hati nurani dan mengejawantahkannya setelah melalui pergulatan dan analisa rasional dan bentukan kondisional. Kebebasan moral selalu harus bernegosiasi dengan kebebasan social. Kebebasan social merupakan suatu ekspresi bersama didalam menjaga dan melindungi kebebasan masing-masing individu.
Seorang manusia dengan  kebebasan moral dapat dengan berani melawan dengan menangkis atau memukul balik ketika dia diancam peras atau ditodong. Seorang ini, sebut saja Bima ditengah jalan diminta memberikan tas yang dibawanya oleh seorang lain dengan ancaman akan dipukul. Lalu Bima menggunakan kemampuan pikirannya dan strategi untuk melindungi diri dengan menendang orang yang menodongnya lalu lari. Itulah aktualisasi kebebasan eksistensil individu,yang  mengekspresikan dirinya tidak “menunggu” polisi datang misalnya, atau orang lain lain menyelamatkannya. Kehendak untuk aman melindungi diri dilakukan dengan melawan. Mungkin usai tindakan itu Bimo akan merasakan sedikit beban moral, misalnya “apakah orang yang ditendangnya terluka” dan sebagainya, beban moral merasa bersalah yang dapat diatasi dengan mengedepankan hak manusia untuk terbebas dari tindakan criminal.
Tindakan orang melawan kejahatan adalah ekspresi kebebasan moral, sedangkan tindakan menerima begitu saja dan menyerah merupakan gambaran hambatan moral karena ketiadaan kebebasan yang menyebabkan ketiadaan kehendak. Ketika ia melakukan perlawanan, ia berkehendak terbebas dari kekerasan, menjaga hak miliknya. Sehingga dia tak hanya ingin menjaga hak miliknya tetapi melaksanakannya sebagai kehendak menjaga hak miliknya Ada orang lain yang mungkin ingin melawan, namun hambatan takut, menyebabkan ia tidak melawan dan menyerahkan barang miliknya dengan terpaksa kepada penodong. Keingiannya tidak terlaksana sebagai kehendaknya sebagai tindakan. Maka dengan menendang penodong adalah bukti Bima tersebut telah mengimplemtasikan kebebasan moralnya, menunjukkan bahwa Bimo memiliki kebebasan fisik-psikis. 
A.    ETIKA YANG SEDERHANA BAGI PEROKOK
1.      Kebiasaan buruk perokok :
Merokok itu sendiri bisa dikatakan sebagai kebiasaan tak sehat. Sudah begitu ditambah dengan kebiasaan buruk yang biasa dilakukan oleh perokok itu sendiri, antara lain :
a.      Membuang puntung rokok sembarangan;
Percaya atau tidak, coba lihat kaki kursi di ruang tamu atau ruang keluarga. Jika ruangan tadi tidak ada asbak, sudah pasti abunya bisa ditemukan di kaki kursi atau meja. Itu baru di dalam rumah. Ketika di luar rumah, kebiasaan merokok sambil berkendara adalah kebiasaan yang sangat buruk. Selain dia tidak konsentrasi, puntung rokok yang dibuang sembarang terkadang masih menyala dan mengenai pengendara lain.
a.      Merokok di dalam ruangan tertutup
Yang jelek dari merokok di dalam ruangan adalah bau rokok yang tidak hilang. Kalaupun sudah menggunakan pengharum ruangan, sesungguhnya zat-zat kimia berbahaya yang ada di asap rokok tidak akan bisa hilang begitu saja. Dia akan melekat di kursi, korden atau tembok ruangan, apalagi jika ruangannya ber-AC. Terlebih lagi kebiasaan merokok di dalam toilet/wc. Anda pasti bisa membayangkan sendiri bagaimana kondisinya. Termasuk merokok di dalam kendaraan umum.
b.      Merokok didekat anak kecil, ibu hamil/menyusui
Inilah kebiasaan buruk perokok kita. Karena merokok dianggap sebagai hal biasa, maka banyak orang tua yang merokok ketika sedang berkumpul dengan anak-anaknya di ruang keluarga. Paru-paru anak yang harusnya kita jaga karena masih murni, malah kita racuni dengan asap rokok. Dan secara tidak langsung memberikan edukasi merokok kepada anak, tanpa biaya. (Inilah yang diharapkan oleh perusahaan rokok, adanya generasi penerus konsumen rokok). Diperparah lagi dengan kebiasaan menyuruh anak-anak untuk membelikan rokok di warung.
2.      Etika Merokok yang Baik
Meminta seorang perokok untuk berhenti merokok adalah sesuatu yang sulit. Mereka akan tetap merokok sampai kapan pun. Mungkin sampai maut menjemput, atau sampai penyakit datang menghampiri.
Jika demikian adanya, hampir pasti sangat mustahil untuk menghentikan kebiasaan merokok mereka. Karena itulah memang sebaiknya tidak kita usik lagi kegiatan merokok mereka. Kita harus menghormati hak mereka untuk merokok. Kapanpun dan dimanapun mereka ingin merokok, kita persilakan. Namun demikian diperlukan adanya etika merokok dengan ketentuan dan syarat yang berlaku, sebagai berikut :
a)      Tidak merokok di dalam ruangan; baik di dalam rumah, di gedung perkantoran, di fasilitas umum, di dalam kendaraan umum, atau di dalam toilet/wc. (Merokok di dalam ruangan hanya berlaku di ruangan khusus untuk merokok!)
b)     Tidak merokok sambil berkendara; kecuali bisa memastikan untuk tidak membiarkan abunya beterbangan di jalanan dan menyimpan puntungnya di saku atau di mobil anda.
c)      Menghormati anak kecil, ibu hamil/menyusui; bahwa mereka adalah masa depan kita. Janganlah meracuni mereka dengan asap rokok. Jangan mengedukasi mereka untuk merokok. Jangan merokok di hadapan anak kecil dan jangan menyuruh mereka untuk membelikan rokok anda.
d)     Buang puntung dalam keadaan mati di dalam tempat sampah;
e)       Merokok ditempat yang sudah ditentukan;
f)       Sediakan asbak dan buang puntung rokok/abu rokok di Asbak yang sudah disediakan;
g)      Minta izin merokok kepada yang tidak merokok dan arahkan asap rokok ke bawah jangan ke muka orang yang tidak merokok;
h)     Tawarkan rokok sebelum kita merokok dan Sulutkan/nyalakan ketika ada yang mau merokok.
A.    SOLUSI BAGI PEROKOK DI MAKASSAR
Indikator perilaku hukum menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mendukung peraturan dengan alasan karena kebebasan mereka atau hak mereka dibatasi, terutama bagi mereka yang perokok berat. Ada juga responden yang berpendapat bahwa agak sulit atau merasa terbebani untuk keluar dari gedung ketika ingin merokok. Masih rendahnya perilaku pengunjung dan tamu hotel dalam menaati peraturan mungkin karena masalah merokok adalah masalah perilaku sehingga perlu waktu dan proses untuk mengubahnya. Alasan yang membuat mereka melanggar peraturan dimungkinkan karena watak masyarakat yang ingin mencoba-coba melanggar atau rasa ego yang memicu untuk melanggar peraturan. Bilamana peraturan ditaati maka banyak manfaat yang akan kita terima. Peraturan itu efektif apabila para pemegang peran berperilaku positif yaitu berperilaku yang tidak menimbulkan masalah, dimana faktor perilaku dapat memengaruhi orang untuk menaati peraturan.
Oleh karena itu, penerapan aturan dan pengawasan yang ketat dapat menjadi solusi utama bagi agar tidak ada yang merokok di kawasan-kawasan yang dilarang merokok, namun harus disosialisasikan secara menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat terlebih dahulu sampai tidak ada miskomunikasi serta tidak ada alas an tidak tahu jika ada yang tertangkap melakukan pelanggaran. Selai itu, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk mengatasi masalah perokok di Makassar, antara lain:
1.      Banyak melakukan sosialisasi tentang bahaya merokok, karena dengan banyak mensosialisasikannya kepada para perokok akan mewujudkan kesadarannya, jika tidak peduli dengan dirinya maka minimal mereka akan sadar akan orang-orang yang tidak merokok yang ada disekitarnya. Dengan begitu mereka akan mencari tempat yang tepat setiap ingin merokok.
2.      Menyediakan banyak tempat khusus untuk merokok yang layak, sama halnya jika orang tidak dibiarkan buang air kecil disembarang tempat maka harus disediakan toilet, atau seperti pula dengan sampah jika dilarang dibuang disembarang tempat maka buatkalah tempat  sampah. Begitu jugalah dengan perokok jika dilarang merokok ditempat umum maka buatkalah tempat khusus untuk merokok.
SARAN
Bagaimana dalam menyingkaapi masalah tentang rokok? Tentu harus ada political will dari pemerintah dan berbagai LSM aktif kampanye anti rokok dan memberi penyuluhan kepada masyarakat bekerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional. Upaya untuk berhenti merokok, perlu ditunjang dengan penyuluhan kesehatan, melalui media cetak, media elektronok atau melalui program-program tertentu pada klinik berhenti merokok. Upaya berhenti merokok bagi seseorang sebenarnya kembali kepada diri sendiri, apakah perokok memang punya keinginan keras untuk menghentikan kebiasaan merokok yeng telah bertahun-tahun menjadi bagian hidupnya.
Materi muatan Ranperda Kota Makassar masih terdapat materi yang belum harmonis sehingga perlu diharmoniskan dan ditambahkan materi tentang peranserta masyarakat, pembatasan iklan rokok, penghargaan (reward), tempat khusus merokok.
Pelaksanaan Kawasan Bebas Asap Rokok pada ketiga tempat belum sesuai peraturan, seyogyanya menyesuaikan dengan peraturan terutama setelah keluarnya Perda dan penataannya secara bertahap dengan memperhatikan kultur masyarakat dan Pemerintah Kota Makassar seyogyanya memberikan penghargaan (reward) kepada pimpinan atau penanggung jawab kawasan atau institusi yang telah menerapkan Kawasan Bebas Asap Rokok dan dapat dijadikan contoh bagi kawasan yang lain. Faktor-faktor yang memengaruhi orang untuk menaati peraturan adalah pengetahuan tentang peraturan, isinya dan memahami bahaya asap rokok, perilaku hukum dan petugas atau tenaga yang menegakkan aturan. Selain itu faktor lingkungan, takut sanksi, memahami tujuan peraturan sehingga upaya penyebaran informasi secara persuasif ditingkatkan agar terwujud hak atas kesehatan masyarakat.


Tidak ada komentar: