Istilah korupsi
tentunya sudah bukan hal yang asing lagi ditelinga. Definisi sederhana korupsi
adalah "penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi." Definisi,
dampak, dan motivasi korupsi berbeda-beda. "Korupsi" melibatkan
perilaku pihak para pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri
sipil. Mereka secara tidak wajar dan tidak sah memperkaya diri sendiri atau
orang yang dekat dengan mereka dengan menyalahgunakan wewenang yang
dipercayakan.
Menurut UU No. 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi merupakan
tindakan memperkaya diri sendiri, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,
memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau hakim, berbuat curang,
melakukan penggelapan, dan menerima hadiah terkait tanggung jawab yang
dijalani.
Definisi lain dari
korupsi yang paling banyak diacu, termasuk oleh World Bank dan UNDP, adalah“the
abuse of public office for private gain”. Dalam arti yang lebih luas,
definisi korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan
pribadi atau privat yang merugikan publik dengan cara-cara yang bertentangan
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan
dua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara garis besar dapat
didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan publik yang
dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri maupun
orang-orang yang dekat dengannya.
Korupsi terjadi jika
tiga hal terpenuhi, yaitu
(1) Seseorang memiliki kekuasaan termasuk
untuk menentukan kebijakan publik dan melakukan administrasi kebijakan tersebut,
(2) Adanya economic
rents, yaitu manfaat ekonomi yang ada sebagai sebab akibat kebijakan publik
tesebut, dan
(3) Sistem yang ada
membuka peluang terjadinya pelanggaran oleh pejabat publik yang bersangkutan.
Apabila satu dari ketiga parameter ini tidak terpenuhi, tindakan yang terjadi
tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan korupsi.
Berikut
ini terdapat beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana
korupsi, antara lain sebagai berikut:
·
Tindakan merugikan
keuangan negara/pihak lain
·
Tindakan suap-menyuap
·
Melakukan penggelapan
dalam jabatan
·
Tindakan pemerasan
·
Tindakan kecurangan
·
Benturan kepentingan
dalam pengadaan
·
Gratifikasi
.
1. Faktor
Penyebab Korupsi
Pada hakikatnya, awal
mula praktik korupsi di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda,
sekitar tahun 1800-an yaitu pada masa VOC yang kemudian terus berlanjut hingga
masa setelah Indonesia merdeka. Pada masa Orde Baru, korupsi semakin merajalela
dikalangan penguasa di republik ini. Berbagai kasus korupsi menjerat para pemegang
kekuasaan publik, hal ini jugalah yang turut menjadi penyebab terjadinya
Reformasi 1998. Ini menandakan bahwa korupsi di Indonesia sudah berlangsung
begitu lama dan seolah tidak ada tindakan untuk memutus mata rantai korupsi.
Berdasarkan kenyataan
tersebut, maka harus diketahui apa saja pokok permasalahan dan faktor-faktor
yang menyebabkan seorang pejabat publik atau aparat pemerintah melakukan
korupsi. Ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi,
diantaranya sebagai berikut :
·
Rendahnya iman dan
moral yang dimiliki seorang pemegang kekuasaan publik sehingga mudah
terpengaruh dan tergoda untuk melakukan praktik korupsi..
·
Kurang tegasnya
peraturan perundang-undangan menekan atau memberantas korupsi,
kolusi, dan nepotisme serta sanksi yang kurang tegas bagi pelaku KKN sehingga
tidak menimbulkan efek jera dan tidak mencegah munculnya koruptor-koruptor
baru.
·
Lemahnya pengawasan
dan kontrol terhadap kinerja aparat negara sehingga memberikan peluang korupsi
dan penyalahgunaan kekuasaan.
·
Gaji yang relatif
rendah.
Faktor inilah yang
sering menjadi alasan utama seseorang melakukan korupsi, karena ia menganggap
bahwa gaji yang ia dapat belum cukup untuk mendapatkan kehidupan yang
berkecukupan. Selain itu, tingkat pendapatan juga dianggap tidak sebanding
dengan tingkat kebutuhan hidup yang semakin meningkat dan semakin kompleks.
Rendahnya
pengetahuan dan parisipasi masyarakat dalam hal kontrol kinerja aparat
pemerintahan serta kebijakan-kebijakan yang diambil, sehingga rentan
penyelewengan kekuasaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Budaya korupsi yang sudah berkembang dimasyarakat. Warisan budaya korupsi yang sudah ada sejak zaman kolonial yang
terus berlanjut hingga masa pasca Indonesia merdeka, bahkan hingga era
reformasi menjadikan korupsi semakin sulit untuk diberantas secara menyeluruh.
Tidak adanya rasa nasionalisme dalam diri pejabat publik, dan
lain-lain.
2. Dampak
Adanya Korupsi
Korupsi tentu saja
menimbulkan dampak yang cukup besar bagi kelangsungan sebuah bangsa dan negara.
Dampak korupsi antara lain sebagai berikut :
·
Berkurangnya
kepercayaan publik terhadap pemerintah
Meningkatnya praktik
korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintahasemakin membuat publik (rakyat)
tidak memberikan kepercayaan secara penuh kepada pemerintah
·
Kerugian negara dalam
bidang ekonomi
Berbagai pendapatan
negara yang sebagian besar berasal dari uang rakyat dan seharusnya juga
digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Namun, pada kenyataannya uang rakyat
banyak yang digelapkan atau dikorupsi oleh pemegang kekuasaan publik.
·
Menghambat laju
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Ketika sebuah negara
memiliki catatan buruk pada kasus korupsi, maka hal tersebut akan berpengaruh
terhadap kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dan
akan berdampak buruk bagi kondisi perekonomian nasional.
3. Cara
Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia
Meskipun faktanya
korupsi hampir tidak mungkin bisa diberantas secara menyeluruh, namun
setidaknya korupsi itu bisa ditekan agar di masa mendatang korupsi
tidak semakin membudaya dan semakin merusak moral para pejabat negara.
Maka dari itu, setelah
dapat diketahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan seorang pemegang
kekuasaan publik melakukan korupsi serta dampak apa saja yang timbul akibat
korupsi di Indonesia, dapat dirumuskan beberapa cara untuk mencegah dan
menanggulangi adanya praktik korupsi.
Dalam hal ini,
beberapa ahli memiliki sejumlah pandangan atau pendapat tentang bagaimana cara
menanggulangi korupsi.
Caiden
(dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi
sebagai berikut :
·
Membenarkan transaksi
yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
·
Membuat struktur baru
yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
Melakukan perubahan
organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan
yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang
sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah
saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
·
Bagaimana dorongan
untuk korupsi dapat dikurangi dengan jalan meningkatkan ancaman.
Korupsi adalah
persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi
memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional
maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan
struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk
korupsi dengan adanya perubahan organisasi
Sedangkan,
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
·
Adanya kesadaran
rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
·
Reorganisasi dan
rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah
departemen, beserta jawatan dibawahnya.
Dari dua pendapat ahli
di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa cara yang cukup efektif untuk
menanggulangi korupsi, natara lain :
·
Merestrukturisasi organisasi
di berbagai sektor pemerintahan sehingga bisa memudahkan dalam
pengawasan/kontrol terhadap kinerja aparat pemerintahan.
·
Meningkatkan
kesejahteraan pegawai sehingga bisa mengurangi dorongan untuk melakukan korupsi
·
Penegakan hukum secara
tegas dengan menerapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, pemberian sanksi pidana maupun
sanksi sosial yang bisa memberikan efek jera sekaligus bisa memberikan
peringatan bagi aparatur negara lainnya agar tidak melakukan korupsi.
·
Meningkatkan kesadaran
seluruh elemen bangsa untuk turut berpartisipasi dalam melakukan kontrol sosial
serta pengawasan kinerja pemegang kekuasaan publik serta memaksimalkan fungsi
media massa sebagai agen untuk mengontrol kinerja pemerintahan.
·
Menciptakan
pemerintahan yang bersih, jujur, dan terbuka.
Hal ini
bisa dimulai dengan perekrutan pegawai baru berdasarkan keahliandan menghapus
jalur-jalur ilegal (suap dan nepotisme) sehingga kedepan organisasi
kepemerintahan bisa lebih baik
Adapun beberapa contoh
kasus korupsi yang sudah ditangani oleh Pihak berwajib di Indonesia, sebgai
berikut :
·
Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI
Abdullah Puteh: korupsi APBD. Gubernur Aceh Abdullah Puteh.
Abdullah Puteh: korupsi APBD. Gubernur Aceh Abdullah Puteh.
·
Kasus
Dugaan Suap Deputi Bank Indonesia Politisi Partai Golkar Paskah Suzetta yang
menjadi terdakwa kasus dugaan suap cek pelawat terkait pemilihan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.
·
Mantan
Gubernur Riau Saleh Djasit (1998-2004) ditahan sejak 20 Maret 2008 di rutan
Polda Metro Jaya. Saleh yang juga anggota DPR RI (Partai Golkar) ditetapkan
sebagai tersangka sejak November 2007 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 20
unit mobil pemadam kebakaran senilai Rp 15 miliar. Saleh Djasit telah di vonis
Pengadilan Tipikor selama 4 tahun penjara.
·
Aulia
Pohan, besan Presiden SBY. Dia bersama tersangka lain, Maman Sumantri mendekam
di ruang tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Sementara
Bun Bunan Hutapea dan Aslim Tadjuddin dititipkan oleh KPK di tahanan Badan
Reserse Kriminal Mabes Polri. Mereka diduga terlibat dalam pengucuran dana
Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar.
·
Mantan
Menkum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan Komisaris Utama PT Sarana Reka Dinamika
(SRD) Hartono Tanoe ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Sisminbakum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar