Sabtu, 30 Mei 2015

korupsi dan solusi

Istilah korupsi tentunya sudah bukan hal yang asing lagi ditelinga. Definisi sederhana korupsi adalah "penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi." Definisi, dampak, dan motivasi korupsi berbeda-beda. "Korupsi" melibatkan perilaku pihak para pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri sipil. Mereka secara tidak wajar dan tidak sah memperkaya diri sendiri atau orang yang dekat dengan mereka dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi merupakan tindakan memperkaya diri sendiri, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau hakim, berbuat curang, melakukan penggelapan, dan menerima hadiah terkait tanggung jawab yang dijalani.
Definisi lain dari korupsi yang paling banyak diacu, termasuk oleh World Bank dan UNDP, adalah“the abuse of public office for private gain”. Dalam arti yang lebih luas, definisi korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi atau privat yang merugikan publik dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
            Berdasarkan dua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara garis besar dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan publik yang dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri maupun orang-orang yang dekat dengannya.
Korupsi terjadi jika tiga hal terpenuhi, yaitu
 (1) Seseorang memiliki kekuasaan termasuk untuk menentukan kebijakan publik dan melakukan administrasi kebijakan tersebut,
(2) Adanya economic rents, yaitu manfaat ekonomi yang ada sebagai sebab akibat kebijakan publik tesebut, dan
(3) Sistem yang ada membuka peluang terjadinya pelanggaran oleh pejabat publik yang bersangkutan. Apabila satu dari ketiga parameter ini tidak terpenuhi, tindakan yang terjadi tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan korupsi.


Berikut ini terdapat beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, antara lain sebagai berikut:
·         Tindakan merugikan keuangan negara/pihak lain
·         Tindakan suap-menyuap
·         Melakukan penggelapan dalam jabatan
·         Tindakan pemerasan
·         Tindakan kecurangan
·         Benturan kepentingan dalam pengadaan
·         Gratifikasi
.
1.      Faktor Penyebab Korupsi
Pada hakikatnya, awal mula praktik korupsi di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, sekitar tahun 1800-an yaitu pada masa VOC yang kemudian terus berlanjut hingga masa setelah Indonesia merdeka. Pada masa Orde Baru, korupsi semakin merajalela dikalangan penguasa di republik ini. Berbagai kasus korupsi menjerat para pemegang kekuasaan publik, hal ini jugalah yang turut menjadi penyebab terjadinya Reformasi 1998. Ini menandakan bahwa korupsi di Indonesia sudah berlangsung begitu lama dan seolah tidak ada tindakan untuk memutus mata rantai korupsi.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka harus diketahui apa saja pokok permasalahan dan faktor-faktor yang menyebabkan seorang pejabat publik atau aparat pemerintah melakukan korupsi. Ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi, diantaranya sebagai berikut :
·         Rendahnya iman dan moral yang dimiliki seorang pemegang kekuasaan publik sehingga mudah terpengaruh dan tergoda untuk melakukan praktik korupsi..
·         Kurang tegasnya peraturan perundang-undangan menekan atau memberantas  korupsi, kolusi, dan nepotisme serta sanksi yang kurang tegas bagi pelaku KKN sehingga tidak menimbulkan efek jera dan tidak mencegah munculnya koruptor-koruptor baru.
·         Lemahnya pengawasan dan kontrol terhadap kinerja aparat negara sehingga memberikan peluang korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
·         Gaji yang relatif rendah.

Faktor inilah yang sering menjadi alasan utama seseorang melakukan korupsi, karena ia menganggap bahwa gaji yang ia dapat belum cukup untuk mendapatkan kehidupan yang berkecukupan. Selain itu, tingkat pendapatan juga dianggap tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan hidup yang semakin meningkat dan semakin kompleks.
 Rendahnya pengetahuan dan parisipasi masyarakat dalam hal kontrol kinerja aparat pemerintahan serta kebijakan-kebijakan yang diambil, sehingga rentan penyelewengan kekuasaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Budaya korupsi yang sudah berkembang dimasyarakat. Warisan budaya korupsi yang sudah ada sejak zaman kolonial yang terus berlanjut hingga masa pasca Indonesia merdeka, bahkan hingga era reformasi menjadikan korupsi semakin sulit untuk diberantas secara menyeluruh. Tidak adanya rasa nasionalisme dalam diri pejabat publik, dan lain-lain.


2.       Dampak Adanya Korupsi
Korupsi tentu saja menimbulkan dampak yang cukup besar bagi kelangsungan sebuah bangsa dan negara. Dampak korupsi antara lain sebagai berikut :
·         Berkurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah
Meningkatnya praktik korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintahasemakin membuat publik (rakyat) tidak memberikan kepercayaan secara penuh kepada pemerintah
·         Kerugian negara dalam bidang ekonomi
Berbagai pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari uang rakyat dan seharusnya juga digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Namun, pada kenyataannya uang rakyat banyak yang digelapkan atau dikorupsi oleh pemegang kekuasaan publik.
·         Menghambat laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Ketika sebuah negara memiliki catatan buruk pada kasus korupsi, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dan akan berdampak buruk bagi kondisi perekonomian nasional.

3.      Cara Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia
Meskipun faktanya korupsi hampir tidak mungkin bisa diberantas secara menyeluruh, namun setidaknya korupsi itu bisa ditekan agar di masa mendatang  korupsi tidak semakin membudaya dan semakin merusak moral para pejabat negara.
Maka dari itu, setelah dapat diketahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan seorang pemegang kekuasaan publik melakukan korupsi serta dampak apa saja yang timbul akibat korupsi di Indonesia, dapat dirumuskan beberapa cara untuk mencegah dan menanggulangi adanya praktik korupsi.
Dalam hal ini, beberapa ahli memiliki sejumlah pandangan atau pendapat tentang bagaimana cara menanggulangi korupsi.
Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
·         Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
·         Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
 Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
·         Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi dengan jalan meningkatkan ancaman.
 Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi

Sedangkan, Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
·         Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
·         Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.

Dari dua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa cara yang cukup efektif untuk menanggulangi korupsi, natara lain :
·         Merestrukturisasi organisasi di berbagai sektor pemerintahan sehingga bisa memudahkan dalam pengawasan/kontrol terhadap kinerja aparat pemerintahan.
·         Meningkatkan kesejahteraan pegawai sehingga bisa mengurangi dorongan untuk melakukan korupsi
·         Penegakan hukum secara tegas dengan menerapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, pemberian sanksi pidana maupun sanksi sosial yang bisa memberikan efek jera sekaligus bisa memberikan peringatan bagi aparatur negara lainnya agar tidak melakukan korupsi.
·         Meningkatkan kesadaran seluruh elemen bangsa untuk turut berpartisipasi dalam melakukan kontrol sosial serta pengawasan kinerja pemegang kekuasaan publik serta memaksimalkan fungsi media massa sebagai agen untuk mengontrol kinerja pemerintahan.
·         Menciptakan pemerintahan yang bersih, jujur, dan terbuka.
Hal ini bisa dimulai dengan perekrutan pegawai baru berdasarkan keahliandan menghapus jalur-jalur ilegal (suap dan nepotisme) sehingga kedepan organisasi kepemerintahan bisa lebih baik

Adapun beberapa contoh kasus korupsi yang sudah ditangani oleh Pihak berwajib di Indonesia, sebgai berikut : 

·         Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI
Abdullah Puteh: korupsi APBD. Gubernur Aceh Abdullah Puteh.
·         Kasus Dugaan Suap Deputi Bank Indonesia Politisi Partai Golkar Paskah Suzetta yang menjadi terdakwa kasus dugaan suap cek pelawat terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.
·         Mantan Gubernur Riau Saleh Djasit (1998-2004) ditahan sejak 20 Maret 2008 di rutan Polda Metro Jaya. Saleh yang juga anggota DPR RI (Partai Golkar) ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2007 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran senilai Rp 15 miliar. Saleh Djasit telah di vonis Pengadilan Tipikor selama 4 tahun penjara.
·         Aulia Pohan, besan Presiden SBY. Dia bersama tersangka lain, Maman Sumantri mendekam di ruang tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Sementara Bun Bunan Hutapea dan Aslim Tadjuddin dititipkan oleh KPK di tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Mereka diduga terlibat dalam pengucuran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar.
·         Mantan Menkum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan Komisaris Utama PT Sarana Reka Dinamika (SRD) Hartono Tanoe ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Sisminbakum.


Tidak ada komentar: